Minggu, 21 September 2014

KONFLIK DALAM PERSPEKTIF PERILAKU ORGANISASI



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Konflik dalam Organisasi
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Dalam suatu organisasi sering terjadi adanya konflik, karena terdapat perbedaan pandangan, pemikiran dan tujuan baik secara pribadi atau masalah-masalah organisasi. Konfliktimbul dalam organisasi sebagai hasil dari masalah komunikasi, hubungan pribasi, atau struktur organisasi. Oleh karena itu diperlukan manajemen konflik.
Manajemen konflik merupakan cara yang dialkukan oleh pimpinan daklam menstimulasi kinflik, mengurangi konflik, dan menyelesaikan konflik yang bertujuan untuk meningkatkan performansi kerja individu dan produktivitas organisasi. Kajian teori tentang manajemen konflik berguna bagi manajer atau pimpinan organisasi dalam merespon setiap konflik yang muncul pada organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.
Secara konseptual para pakar dan ahli berbeda dalam mengartikan konflik diantaranya, Luthans, f (1985:385) mengartikan konflik merupakan ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota organisasi, perbedaan kepentiingan/minat, perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan perbedaan tanggung jawab dalam atifitas organisasi. Wexley dan Gary A Uki (2005:229) mengemukakan bahwa konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak (two perties) yang ditandaidengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan bagi pihak yang menjadi lawannya.[1]
Definisi yang diajukan berhubungan dengan tiga tipe macam konflik dasar, yaitu:
1.      Konflik tujuan (goal conflict), yang akan terjadi, apabila keadaan akhir yang diinginkan at4au hasil-hasilhasil yang diprefensi, ternyata tidak sesuai satu sama lain.
2.      konflik kognitif (cognitive conflict), yang timbul, apabila para individu menyadari bahwa ide-ideide atau pemikiran mereka tidak konsisten satu sama lainnya
3.      konflik afektif (affective Conflict), yaitu konflik yang timbul, apabila perasaan-perasaan atau emosi-emosi tidak sesuai satu sama lainnya, maksudnya orang-orangorangmengamuk” terhadapsatu sama lain.
Dalam organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri, sebagaiaman dikemukakan oelh Wahyudi). Sebagai berikut:
1.      Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau kelompok
2.      Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi
3.      Terdapat pertentangan norma, dan nilai-nilai individu maupun kelompok
4.      Adnya sikap dan perilaku saling menjadahkan, menghalangi pihak lain untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas
5.      Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari uraian tersebut bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi dan merupakan dinamika dalam organisasi. Walaupun demikian konflik harus diatasi, demgan membangun komunikasi yang sinergi, harmonis antar anggota organisasi,, sehingga tidak mengakibatkan terganggunya roda jalannya organisasi.
B.     Aspek-aspek Positif dan Aspek-aspek Negatif Konflik[2]
1.      Konflik sebagai kekuatan positif
Kebutuhan untuk menyelesaikan atau mengatasi konflik menyebabkan orang mencari jalan untuk mengubah cara-caracara yang berlaku dalam hal melaksanakan tugas-tugas. Jadi proses penyelesaian konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif di dalam organisasi yang bersangkutan.
2.      Konflik sebagai suatu kekuatan negatif
Konflik dapat menyebabkan efek-efekefek negatif serius..salah satu problem serius yang dihadapi adalah kecenderungan konflik untuk menyebabkan terpancarnya upaya ke arah pencapaian tujuan.
Sumber daya keorganisasian bukannya langsung ditujukan ke arah pencapaian tujuan-tujuantujuan yang dikehendaki, tetapi mereka habis digunakan untuk menyelesaikan konflik.
Waktu dan uang merupakan dua macam sumber-sumbersumber daya penting yang kerapkali dialihkan ke arah penyelesaian konflik.
Konflik dapat pula menimbulkan beban psikologikal pada para karyawan. Berbagi macam studi yang dilakukan orang telah menunjukkan bukti-buktibukti bahwa pendapat-pendapatpendapat yang berbenturan satu sama lain menyebabkan timbulnya “perasaan bermusuhan”, timbulnya ketegangan dan kecemasan. Perasaan “bermusuhan” tersebut agaknya merupakan hasil dari terancamnya tujuan-tujuantujuan pribadi penting dan keyakinan-keyakinan oleh adanya konflik.
Dalam jangka waktu lama, kondisi-kondisi konflik menyebabkan timbulnya kesulitan untuk mencapai hubungan-hubunganhubungan yang saling membantu dan saling mempercayai.
Akhirnya perlu dinyatakan bahwa persaingan yang memerlukan adanaya interaksi antara pihak-pihakpihak yang terlibat,agaknya mempunyai efek negatif atas kualitas produk.

C.    Sumber Konflik Organisasi

Sejumlah faktor berbeda dapat menimbulkan konflik organisasi. Beberapa faktor – seperti kepribadian yang tidak cocok – bersifat psikologis. Artinya, konflik tersebut berkaitan dengan karakteristik perseorangan para karyawan. Hal inilah yang menjelaskan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Namun yang menjadi perhatian kita adalah konfik yang disebabkan oleh masalah struktural.
1.      Kesalingtergantungan pekerjaan
merujuk kepada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan, informasi, kerelaa4n, atau aktivitas koordinasi lain untuk menyelesaikan tugas masing-masing secara efektif. Hubungan antara kesalingtergantungan pekerjaan dan konflik adalah tidak langsung. Yang kita ketahui adalah bahwa yang pertama menimbulkan intensitas hubungan inter-unit. Jika dipaksakan untuk berinteraksi, potensi untuk konflik pun pasti meningkat.
2.      Ketergantungan Pekerjaan Satu Arah
Di mana Prospek bagi terjadinya konflik akan lebih besar jika sebuah unit secara unilateral bergantung pada yang lain. Berlawanan dengan kesalingtergantungan, ketergantungan pekerjaan satu arahberarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser. Prospek dari konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya. Potensi konflik pada ketergantungan pekerjaan satu arah mempunyai arti yang lebih penting jika kita mengetahui bahwa ia jauh lebih sering terdapat pada organisasi daripada kesalingtergantungan.
3.      Diferensiasi Horisontal yang Tinggi
makin besar perbedaan yang terdapat di antara unit, makin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-unit dalam organisasi amat didiferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini, pada gilirannya, akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar di antara unit-unit.
4.      Ketergantungan Pada Sumber Bersama yang Langka
Di mana Potensi konflik dipertinggi jika dua unit lebih bergantung pada pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal atau jasa-jasa staf yang disentralisasi seperti pool untuk mengetik. Potensi tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota-anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehnya dari pool sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain dipenuhi.
5.      Perbedaan dalam Kriteria Evaluasi dan Sistem Imbalan
Makin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah ketimbang secara gabungan, maka besar pula konfliknya. Kita melihat bukti ini pada organisasi sepanjang waktu.
6.      Pengambilan Keputusan Partisipatif
Bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan secara bersama, di mana mereka yang akan terkena oleh suatu keputusan diikutsertakan dalam badan yang mengambil keputusan, akan mendorong terjadinya konflik.
7.      Keanekaragaman Anggota
Makin heterogen anggota, makin kecil kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama. Telah ditemukan bahwa ketaksamaan para individu, seperti latar belakang, nilai-nilai, pendidikan, umur, dan pola-pola sosial akan lebih mengurangi kemungkinan hubungan antar pribadi antara wakil-wakil unit dan pada gilirannya akan mengurangi jumlah kerja sama antara masing-masing unit.
8.      Ketaksesuaian Status
Membuat konflik terstimulasi jika terjadi ketaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hierarki status. Misalnya, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat di mana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri, dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status.

9.      Ketakpuasan Peran.
Yang dekat dengan ketaksesuaian status adalah ketakpuasan peran. Ketakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu di antaranya adalah ketakpuasan status. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketakpuasan peran maupun ketaksesuaian status yang dipersepsikan.
10.  Distorsi Komunikasi,
Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang lebih jelas adalah komunikasi vertikal. Jika diteruskan di atas dan ke bawah di dalam hierarki itu, komunikasi itu peka terhadap kedwiartian dan distorsi. Tetapi distorsi juga terjadi pada tingkat horisontal[3].
D.    Komponen-komponen Konflik
Apabila kita berbicara tentang sesuatu konflik atau disput, maka perlu digariskan perbedaan-perbedaan fundamental antara tiga macam komponen yang berkaitan berupa
-          Sebuah situasi konflik (A Conflict Situaton)
-          Perilaku konflik ( Conflict Behavior)
-          Sikap dan persepsi-persepsi tentang konflik (Conflict Attitudes and Perceptions)
E.     Dampak konflik
a.       Dampak positif konflik menurut DuBrin, A. J. yaitu:
1.      dapat menimbulkan perubahan secara konstruktif
2.      segala daya dan inovasi tertuju pada pencapian tujuan
3.      merangsang inovasi, meningkatkan keeratan kelompok
4.      menggantikan tujuan yang tidak relevan
5.      manajemen konflik menguntungkan organisasi
6.      hubungan antar pribadi dan antar kelompok mendorong ke arah petungkatan kesehatan organisasi
7.      konflik dapat mengurangi ketegangan dalam bekerja.
b.      Dampak Negatif
Konflik negatif menurut DuBrin, A. J. ialah berupa stres pada individu, kesalahan dalam penggunaan sumber daya organisasi, konflik mengganggu pencapaian tjuan, munculnya kekacauan pada aktivitas organisasi.













[1] Prof. Dr. H. Ismail Nawawi, MPA, M.Si. 2010. Perilaku Organisasi(Teori, Transformasi Aplikasi PadaOrganisasi Bisnis Publik dan Sosial. Hal. 307-309
[2] Prof. Dr. J. Winardi, S. E. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana Media Group. Hal.388-390
[3]Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi, penulis: Stephen P. Robbins, halaman: 449-465.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar