Jumat, 28 November 2014

BIOGRAFI INTELEKTUAL AL-KINDI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk ciptaan yang paling sempurna jika di bandingkan dengan ciptaan Tuhan yang  lain, manusia mempunyai akal yang sempurna dan di dampingi dengan naluri hati yang sangat membantu dalam segala aspek. Akal manusia adalah produk yang paling istemewa, sampai sekarang para ilmuan baik dalam bidang kedoktoran tidak ada yang mampu menggaris bawahi sampai mana nalar sebuah otak, seberapa dalam dan luas tingkatan individu yang tertera dalam otak kecuali hanya mampu mempredeksi jumlah sel dan keajaiban otak .
Otak yang berada di dalam kerangka kepada yang  hanya di isi oleh lemak dan di hiasi dengan miliyaran sel-sel: dapat menembus berbagai macam aspek¬_baik dalam Teknologi, Sains dan yang lain. Kategori akal yang dalam bahasa MantiqNya (Nathiq) sangat sekali berpengaruh dalam segala aspek dan realita kehidupan, hidup tanpa berpikir bagaikan mayat yang  tergeletak tanpa daya dan cita-cita. Kehidupan manusia pasti di sertai dengan adanya sebuah pemikiran baik di ketahui atau tidak di ketahui, oleh karena itulah sebuah pemikiran yang benar mampu merubah kehidupan manusia baik dari aspek materi maupun metafisik.
Berpikir dengan benar dinamakan: Filsafat. Karl Britton mengatakan bahwa filsafat adalah lentera kehidupan , selain itu, ada sebuah kata-kata yang membuat hati bergetar, sebuah kata-kata dari Prof. Dr. R.F. beerling; “jika kita hendak memahami sesuatu tentang dunia maka kita harus mengetahu tentang filsafatnya, jika kita tahu tentang filsafatnya, maka tahu pula kita tentang dunia, sebab filsafat hanyalah dapat di dalam pola pikir manusi”,  secara akar, pada mulanya Filsafat berawal dari Yunani, yang mengatakan bahwa mula-mula filsafat itu muncul di kerakan bahwa adanya ketakjuban , keraguan, berpikir kritis, dari Yunani sendiri.  Tetapi dalam kategori pikiran, maka bukan hanya yunani yang mampu untuk berfilsafat. Di Yunani hanyalah tempat lahir sebuah nama: Filsafat dan sebuah awal motifasi bahwa: berpikir pada dasarnya diwajibkan bagi seluruh manusia. Ketika membicarakan sebuah nama dari Filsafat, maka, ada sumber rujukan yang menjadi sebuah sejarah yang sangat berdalil untuk di jadikan sebuah konsep keilmuan, baik di Yunani maupun di negara Muslim sendiri. Perbeda’an zaman bukanlah hal yang sangat berpengaruh bagi filsafat, seperti tang telah di katakan oleh Hegel; “Tiap-Tiapa Fislafat adalah zamannya, yang di sampaikan berupa buah pikiran”
Umumnya setiap ilmu mempunyai sasaran utama bagaimana muntahan peluru ilmu tepat dengan sasarannya, begitu juga filsafat,  ada objek-objek tertentu untuk memuntahkan cara pikirnya dalam dua objek, pertama, Material, kedua, Formal. Saefuddin Ashari mengatakan bahwa objek material adalah sarwa yang ada pada dasarnya dapat di bagi dalah Tiga persoa’alan pokok, Pertama, Hakikat Tuhan, Kedua, Hakikat Alam, Ketiga, Hakikat Manusia.  Formal; adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya hingga ke akarnyatentang objek material filsafat, baik secara keterangan yang mungkin ada dan mungkin tidak ada.
Sejarah menjatat bahwa di pihak Muslim sendiri ada seorang yang dilatar belakangi sebagai orang pertama yang menberi pengertian tentang definisi filsafat dan memberikan lapangan teori dalam kerangka berpikir: Al-Kindi.
Sebuah pertanyaan  besar, siapa sebenarnya Al-Kindi? Bagaimana cara berpikir Al-kindi dalam konteks FilsafatNya?
B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana biografi intelektual AL-KINDI
2.    Apa saja Karya-karya AL-KINDI
3.    Bagaimana konteks Sosial AL-KINDI
4.    Bagaimana pemikiran filsafat AL-KINDI
5.    Bagaimana kontekstualisasi dalam kehidupan sosial dan agama

C.    Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.    Agar kita mengetahui tentang biografi intelektual AL-KINDI.
2.    Agar kita mengetahui beberapa karya dari AL-KINDI.
3.    Agar kita mengetahui bagaimana konteks sosial AL-KINDI.
4.    Agar kita mengetahui bagaimana pemikiran filsafat AL-KINDI.
5.    Agar kita mengetahui kontekstualisasi dalam kehidupan sosial dan agama .


























BAB II
PEMBAHASAN

A.    RIWAYAT  HIDUP
Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi (Al-Kindi) dilahirkan di Kufah tahun 185H/801M dan meninggal di Baghdad tahun 256H/ 869M. Ia adalah filsuf besar pertama Arab dan Islam. Nama al-Kindi berasal dari nama salah satu suku arab yang besar sebelum Islam, yaitu suku Kindah. Ayahnya bernama Ibnu as-Sabah yaitu gubernur Kufah pada masa al-Mahdi (755-785M) dan harun al-Rasyid(786-809M). Kakeknya, Asy’ats bin Qais adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Kalau nasabnya ditelusuri, al-Kindi juga keturunan Ya’rib bin Qathan yang berasal dari daerah Kindah  (Arab Selatan) dan dikenal sebagai raja di daerah Kindah .
Mengenai pendidikannya di waktu kecil dan guru-gurunya yang telah mengajar ilmu pengetahuan sampai kini tidak diketahui dengan jelas. Tetapi sebagai seorang yang tumbuh dan dibesarkan di Kufah yang merupakan pusat perkembangan ilmu, khususnya ilmu kimia, dan dibarengi dengan kecerdasan dan semangatnya dalam menggali ilmu pengetahuan, maka tidaklah mengherankan bila al-Kindi berhasil menguasai banyak ilmu pengetahuan. Ada suatu riwayat menyebutkan bahwa ia pernah tinggal di Basrah dan belajar di Baghdad ketika ia telah dewasa, serta mendapat lindungan dari Khalifah al-Ma’mun (813–833 M) dan Khalifah Mu’tasim (833–842 M). Sebagai orang yang beraliran Mu’tazilah, maka ia mulai belajar filsafat di Baghdad, dan pada masa itu adalah masa penerjemahan buku-buku yunani dan al-Kindi juga turut aktif dalam gerakan penerjemahan itu.
Al-Kindi hidup di peristiwa mihnah yang memperdebatkan tentang kemakhlukan al-Quran. Dan ia mengadopsi pemikiran Mu’tazilah. Dan ia juga banyak berhubungan dengan khalifah diwaktu itu,khususnya al-Mu’tashim khalifah kedua bani ‘Abbas yang beraliran Muktazilah yang menjadikan Aqidah resmi bagi pemerintahan.
Al-Kindi adalah filusuf yang berbangsa arab dan dipandang sebagai filsuf muslim pertama. Memang, secara etnis al-Kindi lahir dari keluarga berdarah arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar dari daerah jazirah arab selatan. Di antara kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat yunani pada kaum muslimin setelah terlebih dahulu meng-Islamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi di antara dari sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal itu disebabkan karena matematika bagi al-Kindi adalah mukadimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukadimah itu begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dahulu menguasai matematika. Matematika disini meliputi tentang bilangan, harmoni, geometri, dan astronomi. Tetapi yang paling utama dari seluruh cakupan matematika disini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Disini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Filsafat al-Kindi adalah mencari kebenaran dengan menggunakan filsafat merupakan usaha paling tinggi dan mulia terutama tentang filsafat metafisika yaitu guna mengetahui kebenaran. Sebab kebenaran dari segala kebenaran yaitu yang maha satu / Allah.
Corak dan bentuk filsafat al-Kindi tidak banyak diketahui karena buku-bukunya tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan, para peminat filsafat menemukan kurang lebih 20 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan. Mereka yang berminat besar menelaah filsafat Islam, baik kaum orientalis barat maupun orang-orang Arab sendiri, telah menerbitkan risalah-risalah tersebut. Dengan demikian, orang mudah menemukan kejelasan mengenai posisi dan paham al-Kindi dalam filsafatnya. Menurut al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan kepada yang benar (knowledge of truth). Al-Qu’ran yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya.
Dengan demikian, menurut al-Kindi, orang yang menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran. Dia mengibaratkan orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak jauh berbeda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan orang itu pada hakekatnya tidak lagi beragama karena ia telah menjual agamanya. Pada beberapa hal, al-Kindi sependapat dengan filosof terdahulunya seperti Plato dan Arisoteles. Namun, dalam hal-hal tertentu, al-Kindi mempunyai pandangannya sendiri.
B.    KARYA-KARYA AL-KINDI
Sebagian besar karya al-Kindi (berjumlah sekitar 270 buah) hilang. Ibn al-Nadim dan yang mengikutinya, al-Qifti, mengelompokkan tulisan-tulisan al-Kindi, yang kebanyakan berupa risalah-risalah pendek, menjadi tujuh belas kelompok: (1) filsafat, (2) ilmu hitung, (3) logika, (4) globular, (5) musik, (6) astronomi, (7) geometri, (8) sperikal, (9) medis, (10) astrologi, (11) dialektika, (12) psikologi, (13) politik, (14) meteorology, (15) dimensi, (16) benda-benda pertama, (17) spesies tertentu logam dan kimia, dan lain-lain.Diantara karya karyanya yaitu:
1.    Al-Kitab Qaul fi al-Nafs,
2.     Kalam fi al-Nafs,
3.    mâhiyah al-Naum wa al-Ru’ya (Substansi Tidur dan Mimpi)
4.    Fi al’Aql,
5.    al- Hilah li Daf’I al-Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan)
Gambaran ini menunjukkan betapa luas pengetahuan al-Kindi. Beberapa karya ilmiahnya telah diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona ke dalam bahasa latin, dan karya-karya itu sangat mempengaruhi pemikiran Eropapada abad pertengahan. Cardano menganaggap al-Kindi sebagai salah satu dari dua belas pemikir terbesar.
Sarjana-sarjana yang mempelajari al-Kindi, sampai risalah-risalah al-Kindi yang berbahasa arab ditemukan dan disunting, semata berdasarkan terjemahan bahasa latin. De Medicinarum Compositrum Gradibus-nya telah diterbitkan pada tahun938 H/1531 M. Pada tahun 1315 M Albino Nagy menyunting terjemahan-terjemahan abad pertengahan karya-karya: De Intellectu; De Sommo et uisione; De quinque essentiis; Liber introductorius in artem logicae demontrationis.
Semenjak ditemukannya beberapa naskah berbahasa arabnya, cakrawala baru filsafat al-Kindi tersibak. Sebuah ikhtisar yang berisikan 25 risalah, ditemukan di Istanbul oleh Ritter. Kini risalah-risalah itu telah disunting oleh beberapa sarjana, walzer, Rosenthal, Abu Ridah, dan Ahmad Fuad El-Elwany. Beberapa risalah pendeknya yang lain ditemukan di Aleppo, meski hingga kini belum disunting. Dengan demikian, hingga batas tertentu, memungkinkan analisis terhadap filsafat al-Kindi,dengan berpijak pada landasan-landasan yang lebih-kurang kukuh.
C.    KONTEKS SOSIAL AL-KINDI
Banyak sekali filosof muslim yang berkarya di bidang pemikiran hingga nama mereka di cantumkan sebagai Filosof Muslim, di antaranya adalah Al-kindi, berdasarkan literatur sejarah mengenai nisab Al-kindi, beliau mempunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin isma’il Bin Muhammad bin Al-Asy’ats bin Qeis Al-Kindi beliau berasal dari kabilah Kindah, suku bangsa yang sebelum Islam bermukim di arab selatan, dan di kategorikan sebagai kabilah terpandang dimasyarakat arab  pada zamannya dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.
Ayah Al-kindi sendiri adalah gubernur Kuffah pada masa periode pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyd dan neneknya sendiri adalah raja-raja di daerah Kindah dan sekitarnya.  Sesepuh Al-kindi yang di kategorikan paling dini memeluk Islam adalah Al-Asy’ats bin Qeis seorang yang diutus oleh kabilah Kindah kepada Rasul Allah saw.
Al-Asy’ats termasuk salah seorang sahabat nabi yang pertama kali datang ke kota Kufah dan juga di kenal sebagai salah seorang  yang pernah meriwayatkan Hadist Nabi saw. Bersama-sama dengan Sa’ad bin Abi Waqqash di samping demikian ia juga termasuk pejuang peranng melawan Persia di Iraq. Dalam perang Siffin di bawah komando Ali bin Abi Thalib dan ia juga di percaya sebagai pemegang panji kabilah Kindah (Kabilah dia sendiri) ia Juga turut berpihak pada Ali bin Abi Thalib ketika melawan pemberontakan kaum Khawarrij di Nahrawan.
Anak lelaki Al-Asy’ats yang di beri nama Muhammad pernah di angkat oleh Abu Zubair sebagai penguasa negri di daerah Maushil (Iraq). Kemudian pada tahun 85 H. Anak lelakinya yang lain_Abdurrahman bin Al-Asy’ats melancarkan pemberontakan terhadapp Al-Hajjay bin Yusuf (Penguasa bani Umayyah di kawasan Hijaz dan Iraq) hingga terbuuh dalam pemberontakan tersebut. Sejak itulah literatur sejarah mencatat bahwa semua zuriyat (Keturunanan) Al-Asy’ats (Bani Al-Asy’ats) tidak mempunyai kedudukan lagi di kalangan di nasti Bani Umayyah di karenakan adanya pemberontakan tersebut.
Meskipun hal demikian telah terjadi, akan tetapi kabilah Al-Kindi tetap di hormati masyarakat luas pada zaman itu khusunya di Kufah, demikianlah yang terjadi hingga bergantinya kedaulatan di Nasti dari Bani Umayyah hingga Bani Abbas, di masa Bani Abbas inilah kabilah Al-kindi mulai mendapatkan kehormatan kembali di kawasan kerjaan, Al-Kindi mempelajari mengkaji berbagai ilmu keagamaan baik dari hukum Syara, teologi. Bahkan ia turut ambil andil dalam menyumbangkan pola pikirnya berupa Filsafat ke dalam Khazanah islam di kanja keilmuan, di samping demikian ia jua menerjemahkan buku-buku, baik dari buku yang berbahasa Yunani (Filsafat). Dengan sebab inilah para sejarahwan mengatakan Al-Kindi sebagai penerjemah Ibnu Abi Usaibi’ah (w. 668 H. Pengarang kitab Tabaqatal Atibba, mencatat bahwa ada empat penerjemah yang sangat piawai sekkali pada masa itu (Masa penerjemahan): Al-Kindi,  Hunain bin Ishaq, Tabit bin Qurrah, Umar bin Farkhan at-Tabari, aktifitas Al-Kindi yang berdasarkan  pada literatur sejarah mengatakan bahwa Al-Kindi di samping penerjemah ia juga sering menjelaskan dan menyimpulan kembali hal-hal yang di kandung oleh terjemahan tersebut, setelah itu maka beliau mampu untuk mengarang sendiri sebuah karya yang sangat berbau dengan kefilsafatan.
Tidaklah heran jika seorang Al-Kindi menguasai banyak sekali ilmu pengetahuan, di karenakan bahwa Al-kindi hidup di antara dua kota besar pada saat itu Kufah dan Basrah berkembangnya ilmu pengetahuan,  khususnya pada ilmu Aqliyah dan kimia, Al-Kindi sendiri mempunyai karya tulis dalam bidang ilmu tersebut, hingga sekarang karyaNya masih di terbitkan (Chemical aromatic) di terbitkan lagi dalam bahasa Jerman Leipzig, setelah Al-kindi berpindah ke kawasan Baghdad maka beliyau berkecimpung di dunia pendidikan ilmu dan filsafat,  dalam suasana yang ppenuh pertentangan agama dan mazhab dan yang di hujani oleh  paham aliran Mu’tazilah serta doktrin-doktrin Syi’ah . Mengenai hubungan sosial Al-Kindi dengan khalifah Al-makmun dan khalifah berikutnya, Al-Mu’tasim memberi dorongan penuh kepada Al-Kindi terutama hubungannya dengan putra Al-Mu’tasim yang bernama Ahmad, Ahmad adalah anak didik khusus bagi Al-Kindi, historisnya bahwa Al-Kindi sendiri banyak memb erikan hasil karyanya untuk anak didiknya tersebut. Pada permasalahan ini Ibn Nubatah mengatakan dalam bukunya yang berjudul Syarhul ’Uyun  “kerajaan Al-Mu’tasim di perindah dengan adanya karya-karya dari Al-Kindi sendiri, nama Al-Kindi sendiri terus semerbak hingga ke khalifah berikutnya (Al-Mutawakkil)  hingga sekarang.
Pada masa khalifah (Al-Mutawakkil) muncul ada isu-isu ytang tidak mendukung terhadap Al-Kindi, sebab itulah karya-karya Al-Kindi dalam sebuah perpustakaan yang di namakanNya dengan Al-Kindiyyah di sita kemudian di jadikan milik Al-Muatwakkil sendiri. Tak di ragukan lagi  secara rasio saja tentu perpustakaan yang di milii oleh Al-Kindi di penuhi dengan buku-buku berharga dan juga sangat banyk  hasil karya Al-kindi sendiri, sebab utama perpustakaan Al-Kindi di sita: banyaknya orang yang dengki dan iri hati terhadap dirinya.

D.    PEMIKIRAN.AL-KINDI
1.    Keselarasan Agama dengan Filsafat
Al-Kindi sebagai seorang filosof Arab pertama yang bisa mengintegrasikan filsafat dengan agama, menyatakan bahwa faktor yang membuat agama dan filsafat tidak saling bertentangan adalah persamaan dalam tujuannya. Agama dan filsafat menerangkan apa yang benar dan baik. Selain itu, agama juga, disamping menggunakan wahyu, sama-sama mempergunakan akal dalam prosesnya seperti halnya filsafat. Oleh karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Berikut ini alasan rinci keselarasan antara agama dengan.akal:
a.    Ilmu agama merupakan bagian dari ilmu filsafat.
b.    Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan kebenaran filsafat
saling bekesesuaian.
c.    Menuntut ilmu dengan memakai logika diperintahkan oleh agama. Kebenaran yang
 pertama adalah Tuhan maka filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat tentang ketuhanan.

2. Tentang Wujud Tuhan
Mengenai Ketuhanan, bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak termasuk dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada di alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah karena Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengan Dia. Ia adalah al-Haq al-Awwal dan al-Haq al-Wâhid. Dalam hal pembuktian adanya Tuhan, al-Kindi mengemukakan dalil-dalil.empiris.sebagai.berikut:
a..Dalil.baharu.alam.(Shifat.al-Hudûts).
....Bagi al-Kindi, keterbatasan waktu dan gerak merupakan petunjuk terhadap bermulanya dunia dalam waktu (hudûts). Realitas dunia ini tidak mungkin dengan sendirinya menjadi tanda adanya tuhan sebab kehadiran suatu realitas pasti ada sebab yang mendahuluinya. Dunia ini pun demikian, halnya, baik dari segi jisim, gerak maupun segi zaman. Ketiga segi ini tidak dapat saling mendahului dalam wujud, semuanya ada secara bersamaan. Alasan inilah yang menjadikan al-Kindi berkesimpulan bahwa dunia ini.baru.dan.ada.penciptanya.(muhdits).
b..Dalil.Keragaman.dan.Kesatuan.
....Sebagai pencipta dunia, sifat Tuhan yang utama adalah Esa (unity). Jika pencipta lebih dari satu, maka masing-masing sekutunya akan membagi karakteristik yang umum dengan yang lain dan antara mereka harus dibedakan dengan beberapa sifat. Akibatnya, pencipta ini haruslah merupakan gabungan. Tetapi sebagai gabungan mesti memerlukan “agen penggabung” karena itu, pencipta dunia haruslah merupakan penyebab yang sebelum ini. Selain itu, wujud seperti itu haruslah tidak bersebab karena sebagai sebab dari segala sesuatu, ia hanya dapat disebabkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, Wujud Pertama harus lebih unggul dari segala sesuatu yang lain dan tidak bersekutu dengan sesuatu yang diciptakan. Jadi, ia harus memiliki keesaan, terlepas dari segala keanekaan,.susunan,.atau.korelasi.dengan.yang.lain.
c..Dalil.Pengendalian.Alam.
....Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya apabila direnungkan, kita dipenuhi rasa kagum karena begitu rasional dan harmonis penataan alam semesta ini. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pengaturnya di belakang semua keteraturan.ini.Dialah.Sang.Pencipta.Allah.Swt.

3. Tentang Kosmologi
Mengenai hal ini, al-Kindi berpendapat bahwa alam ini diciptakan dari asalnya tiada menjadi ada. Allah tidak hanya menciptakannya saja tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya serta menjadikan sebagian yang lain sebab yang lainnya. Dalam alam ini terdapat gerak menjadikan dan gerak merusak (al-Kaun wa al-Fasâd). Dalam bukunya, al-Ibânah, al-Kindi menyebutkan sebab gerak apabila terhimpun empat sebab (‘illat), yaitu: sebab material (al-Unshuriyyah), sebab bentuk (al-Shuriyyah), Sebab pembuat (al-Fa‘ilah), baik yang bersifat dekat maupun jauh, dan sebab tujuan atau manfaat (al-Tammiyyah).

4. Tentang Jiwa (al-Nafs)
                                    
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".(Q.S Shaad 72)
    Apakah ruh yang Allah SWT tiupkan ke dalam tubuh makhluknya itu merupakan tiupan ruh yang meninggalkan Tuhan dan kemudian bersatu dengan manusia intinya pembelahan sifat Tuhan.Hal ini sungguh tidak akan pernah terjadi sebagaimana firman Allah Swt:
 
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”(Q.S.Al-Syura-11)
Jika Tuhan seperti halnya pertanyaan diatas, makan Tuhan ada bedanya dengan matahari,sedangkan adalah makhluk. Adalah benar jika matahari berkata “aku telah memberikan sinarku ke bumi”, sinar yang dipancarkan ke bumi merupakan bagian dari matahari itu sendiri.
Al-kindi mendefinisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal dari fisik yang bersifat alamiah, mekanistik, dan memiliki kehidupan yang energik/ kesempurnaan fisik alami yang memiliki alat dan mengalami kehidupan.

5..Tentang.Perbuatan
Dalam hal ini, Al-Kindi berpendapat sebagaimana yang dipegang oleh Mu‘tazilah,yaitu tawallud. Istilah Tawallud berkaitan dengan perbuatan hamba, bahwasanya perbuatan itu terbagi dua. Pertama, perbuatan langsung yang merupakan perbuatan yang secara primer mengakibatkan suatu tindakan. Kedua, perbuatan tidak langsung yang merupakan unsur sekunder.(al-Af’âl.al-Mutwallidah).
Abu Hudzail al-‘Allaf mengatakan bahwa perbuatan yang timbul (tawallud) yang diketahui prosesnya, baik itu di luar maupun di dalam diri kita merupakan perbuatan kita. Sedangkan perbuatan yang prosesnya tidak diketahui prosesnya seperti panas, dingin, warna, dan.rasa.merupakan.perbuatan-perbuatan.Allah.

6..Tentang.Tidur.dan.Mimpi
Al-Kindi.mendefinisikan.tidur.sebagai.berikut:“Tidur adalah membiarkan penggunaan jiwa untuk semua alat indera. Jika kita tidak melihat, tidak mendengar, tidak meraba, dan sebagainya, tanpa sebab penyakit yang biasa dan kita dalam keadaan normal, maka kita disebut.sedang.tidur” Tidur sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan karean tidur mempengaruhi anggota tubuh untuk tidak bergerak, membuat pencernaan berfungsi penuh untuk mencerna dan memberi kesempatan badan menyerap makanan yang masuk ke dalamnya.serta.membantunya.menghilangkankelelahan.
Sedangkan mimpi menurut beliau adalah proses pemanfaatan pikiran oleh jiwa dan proses peniadaan pemanfaatan pikiran oleh indera. Jika manusia tertidur pulas dan fungsi inderanya beristirahat, maka semua hal yang masuk ke dalam pikiran pada saat tidur gambarannya yang bersifat inderawi akan muncul di dalam fantasi (al-Quwwah al-Mushawwarah) dan gambaran inderawi ini akan tampak lebih nyata dan lebih kuat dibanding ketika.sadar.Lalu.darinya.muncul.mimpi.dan.angan-angan.
Al-Kindi berbicara tentang empat masalah mimpi dan menafsirkan sebab-sebab terjadinya..Empat.macam.mimpi.ini.adalah:
a.    Al-Ru’yâ al-Tanbi’iyyah, yaitu mimpi di mana orang melihat segala sesuatu yang belum terjadi.
b.    Al-Ru’yâ al-Ramziyyah, yaitu mimpi di mana orang melihat segala sesuatu yang menunujukkan atas sesuatu yang lain atau melambangkan sesuatu yang lain.
c.    Mimpi.di.mana.orang.melihat.sesuatu.yang.menunjukkan.atas.kebalikannya.
d.    Mimpi.di.mana.orang.melihat.sesuatu.yang.tidak.benar.

E.    KONTEKSTUALISASI DALAM  KEHIDUPAN SOSIAL DAN AGAMA
Pada permasalah awal Al-Kindi mengatakan bahwa antara filsafat dan agama mempunyai sudut yang sama, pedapat ini oleh Dr. Hadariansyah di katan sebagai pendapat yang paling peting pada zamannya itu sebab ketika itu para ulama beranggapan bahwa filsfat itu bertentangan dengan agama, kemudia Al-Kindi menegaskan bahwa filsfat tidak bertentangan dengan agama.  Inilah sosok Al-Kindi mulai di kenal banyak orang pada zamannya hingga ke dewasa ini.
Literatur ilmu,  Al-kindi membagi ilmu dengan dua kotak, “Ilmu Ilahi” dan “Ilmu Insani” Ilmu Ilahi adalah ilmu yang berasal dari tuhan yang bersumberkan dengan Wahyu yang di dapat para Nabi, dan inilha yang di sebut dengan agama,  sedamngkan ilmu Insani; ilmu yang di lahirkan oleh manusia yang berpondasikan dengan pikiran yang bersumberkkan dengan akal, inilah yang di sebut dengan Filsafat. Perbedaan agama dengan Filsfat hanya bertitik belakang yang berbeda, agama di kerankan bersumber dari wahyu maka, sudah tentu pasti, mutlak dan di ayakini kebenarannya. Sedangkan Filsfat yang bersumber asala pada manusia, maka, kebenaranya bersifat spekulatif relatif.
Selain itu, Al-Kindi juga mengatakan bahwa; agama mengajarkan kebenaran sedangkan filsafat_mencari kebenaran. Pada sudut yang berbeda yang inilah sebagai laras utama bagi Al-Kindi untuk mempertahankan argumennya menganai persama,an Filsafat dengan agama bahwa; agama mengajarkan tentang kebenaran utama, Al-Kindi menegaskan bahwa kebenaran utama itu adalah Tuhan, sedangkan filsfat pada dasarnya membahas yang namanya metefisika, dalam ruang ini Filsafat juga membahs tentang tuhan, dalam tanta kutip “apabila filsfat berhasil mencapai kebenaran, maka kebenran filsafat itu akan sama hasilnya dengan kebenaran dalam sudut agama”.
Al-Kindi juga menegaskan bahwa; antara fislafat dengan agama tidak bertentangan dnegan agama pada dasaranya demikian, karena agama pada dasarnya mempelajari tentang Tuhan, pada agama, mempelajari tentang Tuhan adalah korsi dewan tertinggi dalam kacamata islam, dalam sudut lain, filsafat juga mempelajari tentang ketuhanan, di sini filsafat juga mengeluarkan sebuah teori bahwa falsafah mengenai ketuhanan ini adalah kursi paling tinggi didalam area kefilsafatan . Oleh karena itu berlajar filsfat itu sangat di perlukan dalam korsi apapun .

BAB III
KESIMPULAN

Beberapa pernyataan di atas mengaenai Al-Kindi ternya; Al-Kindi adalah sosok figur pertama dari golongan muslim yang merumuskan tentang filsfat pada zamannya dan AL-Kindi di kenal hingga dewasa sekarang, Al-Kindi mengusai berbagai macam ilmu, terutama di bidang filsfat, ada yang mengatakan bahwa filsafat Al-Kindi masih sebahu dengan Arestoteles, tetapi mengenai permasalahan metafisika maka, berbeda argumen filsafat dengan Arestoteles. Al-Kindi dalam bidang aksiologi membagi tiga kotak dalam berfilsafatnya, indra, rasio, dan laduni.
Permasalahan paling utama dalam sub ini adalah integrasi filsfat dengan agama sebagaimana pendapat AL-Kindi, dengan hasil akhir bahwa filsfat itu sama dengan agama, agama tidakk akan berkembbang tanpa filsafat, dengan argumennya. Ajaran yang paling tinggi dalam agama adalah tentang ketuhanan,dan ajjaran filsafat yang paling tinggi juga masalah ketuhanan, dua ilmu ini mempunyai sudut yang sama. Sebuah kritikan yang panas terjadi oleh pemekir komtemmporer salah satunya adalah Hassan Hanafi;  beliyau melihat dengan nyata bahwa menghilangnnya nuansa pemmikiran “historis” dalam wacana keilmuan islam, sejak masa Al-Kindi sampai dewasa ini.









DAFTAR PUSTAKA

-    Atiyeh. George N, 1983,  Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim , Bandung, Pustaka.
-    Juhaya S. Praja, Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf dan Ajarannya, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009)., h. 50. Lihat juga; H. Ahmad Syadali dan Muzdakkir, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),. h. 165-167.
-    Poerwantana, A. Ahmadi, M. A Rosali, Seluk Beluk Filsafat, (Ttp) ,. h. 128. Lihat juga; Oemar Amin Hoesin, Filsfat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,),. h. 63-86.
-    Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 51.
-    Dalam pandangan Ahmad Fuad Al-Ahwani Al_kindi menerjemahkan beberapa karaya dari filusof Yunani ke dalam bahasa Arab sendiri,  di samping itu Al-Kindi jua memperbaiki buku-buku terjemahan karena ke piawayannya dalam Berbahasa, seperti Theologis (Ar-Rububiyah) yang di terjemahkan oleh Ibnu Na’imah Al-Himshi dalam Filsafat Islam, h. 65.
-    Juhaya S. Praja, Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf, . . . . . . h. 51
-    Juhaya S. Praja, Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf, . . . . . . h. 51
-    Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 52
-    Poerwantana, A. Ahmadi, M. A Rosali, Seluk Beluk Filsafat, . . . . . . h. 128.
-    Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 52.
-    Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 52
-    H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, Mengenal Filosof-Filosof Muslim dan Filsfat Mereka, (Banjarmasin: Kafusari Fress, 2012),. h. 18-19.
-    H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, . . . . . . h. 19.
-    H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, . . . . . . h. 20.
-    H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, . . . . . . h. 22.
-    H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, . . . . . . h. 23.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar