Jumat, 10 Oktober 2014

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM SOSIAL



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang urgen yang di  butuhkan semua manusia. Dalam lembaga pendidikan Islam tidak lepas dari hubungan sosial karena mengingat kita adalah makhluk sosial yang diciptakan oleh Allah untuk hidup dalam kebersamaan. Maka lembaga pendidikan Islam perlu belajar memahami tentang sistem sosial yang terjadi di kalayak umum, karena dalam lembaga pendidikan Islam tidak hanya belajar tentang hablum minallah tetapi juga mempelajari tentang hablum minannas, agar dapat berinteraksi dengan baik.
Oleh karena itu, dalam makalah kami ini membahas tentang lembaga pendidikan Islam sebagai sistem sosial

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sistem sosial ?
2.      Apakah asumsi dasar tentang sistem sosial ?
3.      Sebutkan elemen-elemen sistem sosial dan organisasi sosial ?
4.      Bagaimana lingkungan lembaga pendidikan Islam ?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian sistem sosial
2.      Memahami asumsi dasar tentang sistem sosial
3.      Mengetahuo elemen-elemen sistem sosial dan organisasi sosial
4.      Memahami lingkungan lembaga pendidikan Islam




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sistem Sosial
Secara etimologi, sistem sosial berasal dari dua kayta, yaitu sistem dan sosial. Sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema. Yang artinya: Pertama, Keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian dan Kedua, Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Dengan demikian, kata systema berarti himpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur yang merupakan satu keseluruhan. Pada suatu sistem terdapat beberapa sistem kecil. Beberapa para ahli mendefinisikan sistem sebagai berikut:
1.      Menurut Campbell, sistem adalah himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan.
2.      Menurut Awad, sehingga sistem adalah himpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan tertentu.
3.      Menurut Konontz dan O. Donnell, sistem adalah bukan wujud fisik, melainkan ilmu pengetahuan yang terdiri atas fakta, prinsip, doktrin, dan sejenisnya.
Dengan demikian, sistem harus memenuhi unsur-unsur yang meliputi komponen, relevansi, fakta, prinsip, doktrin, fungsi, dan tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang satu dan lainnya saling terkait atau saling mendukung daam mencapai tujuan organisasi.
Sistem dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur, atau metode. Sistem adalah suatu cara yang mekanismenya berpola dan konsisten, bahkan mekanismenya sering bersifat otomatis. Berarti bahwa sistem mencakup berbagai subsistem yang integral, yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Setiap subsistem memegang peran, tugas, dan kedudukannya masing-masing, tetapi keterkaitan tugas dan kedudukan antarsistem menentukan tercapainya tujuan.[1]
      Dalam sistem terdapat hubungan antar subsistem, yaitu:
1.      Hubungan fungsional, yaitu hubungan yang berkaitan dengan gerak fungsi aktivitas kependidikan.
2.      Hubungan timbal balik, yaitu hubungan saling menguatkan dan memberi masukan untuk pemenuhan kepentingan kependidikan.
3.      Hubungan sinergitas, yaitu hubungan kerja sama antarbagian tertentu meskipun tugas dan kewajiban yang berbeda.
4.      Hubungan umpan balik, yaitu hubungan yang berkaitan dengan saling melengkapi dan menyempurnakan kinerja kependidikan.
5.      Hubungan sebab akibat, yaitu adanya keterkaitan antara aktivitas kegiatan pendidikan dan hasil yang dicapai serta dengan dampak yang diterima oleh para pendidik dan peserta didik.
6.      Hubungan normatif, yaitu hubungan yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan harus dipatuhi oleh semua civitas akademik.
Adapun kata sosial berasal dari kata society yang berarti masyarakat. Sosial artinya hidup bersama sebagai lawan dari kata individual yang berarti hidup sendiri. Sistem sosial artinya himpunan dari berbagai subsistem yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yang saling berinteraksi dan membentuk kehidupan bersama untuk mencapai tujuan tertentu.[2]
Beni Ahmad Saebani menjelaskan bahwa sistem sosial selalu mempersoalkan konsep institusi dan internalisasi yang terjadi dalam masyarakat. Di dalamnya terdapat proses identifikasi berbagai persyaratan fungsional dalam norma yang berlaku tradisional, khususnya masyarakat, karena sistem sosial terbentuk dari individu-individu, sebagai suatu persyaratan umum yang menjamin kebutuhan dasar suatu sistem sosial. Perhatian terhadap cara kebutuhan individu itu dipenuhi dalam konteks sistem sosial dan tekanan pada persyaratan fungsional yang digambarkan oleh struktur hubungan sosial yang bersifat umum yang memberikan jawaban atas segala kebutuhan sosial yang telah terbentuk.
Dalam sistem sosial, berbagai aksi yang ada diorganisasikan menjadi peran-peran, dan peran-peran itu menjadi satuan-satuan yang lebih besar, yaitu institusi. Institusi disebut suatu komplek keutuhan peran yang melembaga dan secara struktur penting dalam sistem sosial yang ada. Institusi yang dimaksudkan adalah pelembagaan peran dan fungsi dari tindakan yang menyatu dalam satuan sistem sosial.[3]
Peran dan fungsi peran yang dimanifestasikan dalam pola interaksi kolektif, mulai pada tingkat individu, budaya, dan struktur sosial, adalah bagian dari konsep-konsep penting terwujudnya perilaku normatif. Dalam perilaku ini terdapat individu dengan individu lainnya, peran, status perannya, kewajiban dan hak, terdapat struktur, dan interaksi kolektif, yang dari semua unsur tersebut, sistem normatif sosial cenderung terbentuk.
Integrasi semua tindakan yang ditujukan ke arah yang sama secara serempak lebih cepat membentuk perilaku kolektif, dan integritas pada setiap pelaku tindakan lebih sempurna. Dalam hal ini harapan akan peran pasangan dalam suatu hubungan interaksi, serta komitmen nilai umum yang dianut bersama oleh individu dan pasangan interaksinya akan memudahkan perilaku terintegrasikan. Kesempurnaan integrasi perilaku akan ditentukan pula tingkat kesesuaian antarperilaku dan orientasinya.
Selain kebutuhan terhadap kesesuaian antara sistem kepribadian dengan sistem sosial dan sistem budaya, ada persyaratan fungsional tambahan yang dapat ditunjuk dalam sistem-sistem yang berbeda, yaitu kebutuhan individu yang secara situasi dan kondisi berbeda-beda. Dalam hal ini kebutuhan individu yang disesuaikan pada sistem sosial dan sistem budaya adalah pengorbanan sistem kepribadian sebelumnya yang ada. Keseimbangan antara pengorbanan kebutuhan individu tersebut akan terpenuhi dengan sendirinya jika sistem personalitas telah berwujud menjadi perilaku kolektif dan terinternalisasi dalam wujud akhir sebuah institusi dari perilaku. Dalam kata lain, individu bisa saja tidak mengorbankan kepentingan dan orientasinya, tetapi menukarnya dengan orientasi yang lebih baik menurut pandangan kompleksitasnya. Terdapat harapan yang lebih terbuka daripada harus mempertahankan kebutuhannya yang bertolak belakang dengan harapan sistem nilai, sistem budaya, dan sistem sosial yang ada.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem sosial adalah himpunan subsistem yang terdapat dalam masyarakat yang menguatkan terbentuknya kehidupan bersama dan saling menguatkan, saling membutuhkan, dan saling mendukung ketercapaian tujuan bersama.

B.     Asumsi Dasar Tentang Sistem Sosial
Asumsi dasar sekolah adalah sebagai berikut :
1.      Orientasi individu dengan berbagai dimensinya, yaitu :
a.       Orientasi motivasional yang berdimensi kognitif, katektik dan evaluatif.
Dimensi kognitif dalam orientasi motivasional pada dasarnya menunjuk pada pengetahuan orang yang bertindak mengenai situasinya, khususnya jika dihubungkan denngna kebutuhan dan tujuan-tujuan pribadi. Dimensi ini mencerminkan kemampuan dasar manusia untuk membedakan antarrangsangan yang berbeda dan membuat generalisasi dari satu rangsangan dengna rangsangan lainnya,
Dimensi katektik dalam orientasi motivasional menunjuk pada reaksi apresiatif atau emosional dari orang yang bertindak terhadap situasi atau berbagai aspek di dalamnya. Ini juga mencerminkan kebutuhan dan tujuan individu.
Umunya, orang memliki suatu reaksi emosional positif terhadap elemen-elemen dalam lingungan itu yang memberikan kepuasan atau dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan, dan reaksi yang negatif terhadap aspek-aspek dalam lingkungan itu yang mengecewakan.
Dimensi evaluatif menunjuk pada dasar pilihan seseorang antara orientasi kognitif atau katektik secara alternatif. Orang selaian memliki banyak kebutuhan dan tujuan, dan untuk kenyakan atau kalau bukan semua situasi, ada kemungkinan banyak interpretasi kognitif dan reaksi katektik. Kriteria yang digunakan individu untuk memlikih dari alternatif-alternatif ini merupakan dimensi evaluatif.[4]
b.      Orientasi nilai dengan dimensi kognitif, apresiatif dan dimensi modal.
Orientasi nilai tampaknya sama dengna ketiga dimensi dalam orientasi motivasional. Perbedaan prinsip dalam orientasi nilai adalah komponen-komponen dalam orientasi nilai menunjuk pada standar noematif umum, bukan pada keputusan-keputusan dengan orientasi tertentu. Dengna demikian, dimensi kognitif dalam orientasi nilai menunjuk pada standar yang digunakan dalam menerima atau menolak berbagai interpretasi kognitif mengenai situasi. Dimensi moral dalam orientasi niai menunjuk pada standar-standar abstrak yang digunakan untuk menilai tipe-tipe tindakan alternalif menurut implikasinya terhadap sistem itu secara keseluruhan, baiak individu maupun sosial pada akar tindakan bersangkutan. Orientasi nilai keseluruhan mempengaruhi dimensi evaluatif dalam orientasi motivasional.

2.      Orientasi motivasional dalam konteks dimensi kognitif diprioritaskan pada tipe tindakan yang merupakan menifestasi intelektual. Kegiatan ekspresif akan muncul kalau hasil dimensi katektik yang diprioritaskan berupa tindangan moral.

3.      Interaksi sosial adalah wujud kolektivitas dari interaksi individual yang diwarnai oleh orientasi motivasional dan orientasi nilai dengan segala dimensinta. Aksi sosial adalah perilaku yang saling berinteraksi sehingga interaksi menjadi sangat peting dalam membentuk kebudayaan kolektif. Aap tindakan yang diwujudkan individu, bagaimana berintegrasi dengna tindakan individulain, mengapa dapat berinteraksi dan interelasi, dan apa hasil dari interaksi tersebut ? hasil interaksi dapat berbuah kebudayaan yang di dalamnya terdapat norma-norma sosial yang baru. Sementara pada sisi lain, norma yang ada dapat membentuk perilaku sosial yang diakuiu dan diyakinisesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang dimaksud adalah perpaduan antara orientasi motivasional dan orientasi nilai.

4.      Pola interaksi berpangkal pada motivasi individu masing-masing. Oleh karena itu, tindakan individu yang berhuhungan dengan individu lainnya pada asalnya disebabkan adanya kepentingan yang berbeda antar setiap individu. Karena adanya perbedaan orientasi tersebut, hubungan sosial itu menjadi dimanis dan saling berkolaborasi secara aktif. Akan tetapi ujung dari interaksi dengan menekankan pada tujuan kolektif dinamikanya semakin berkurang, bahkan bisa hilang karena semua pihak yang terlibat dalam interaksi saling mnyesuaikan ciri dan menyeimbangkan kepuasan masing-masing.
Kepuasan ini disebabkan adanya interaksi timbal balik dan fungsional yang berlangsung lama. Interaksi yang berjalan lama aan menguatkan pertahanan budaya kolektifnya sehingga kemungkinan besar menjelma menjadi kultur khas, masysrakat khas, perilaku khas dan terinstitusikan jika perilaku yang bersangkutan telah mendarah daging (internalistik).

Sistem sosial tersebut terbentuk dari individu-individu yang dalam interaksinya menjalin kebutuhan dasar yang seimbang. Setiap tindakan sosial adalah tindakan kumpulan individu yang disebut dengan tindakan kolektif.

Sistem sosial mencakup bebrapa aspek atau unsur-unsur penting, berikut :
1.      Individu-individu yang hidup bersama
2.      Tugas dan fungsi yang berlainan
3.      Tujuan bersama
4.      Nilai yang dianut bersama
5.      Pencapaian kinerja yang intrgral
6.      Saling bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban masing-masing
Pada lembaga pendidikan, sistem sosial terdiri atas hal-hal sebagai berikut:
1.      Kumpulan individu dalam organisasi pendidikan
2.      Lingkungan pendidikan
3.      Siswa
4.      Para pendidik
5.      Alat-alat pendidikan
6.      Tujuan pendidikan
7.      Media pendidikan
8.      Lingkungan masyarakat
9.      Proses pembelajaran di dalam dan di luar kelas
10.  Strategi pembelajaran
11.  Biaya pendidikan
12.  Orang tua siswa
13.  Para donatr lembaga pendidikan
14.  Dewan sekolah
15.  Manfaat alumni bagi masyarakat
16.  Kurikulum
17.  Pemerintah
18.  Berbagai organisasi masyarakat ataupun organisasi politik yang mendukung pengembangan lembaga pendidikan.

C.    Elemen-Elemen Sistem Sosial dan Organisasi Sosial
Elemen sistem organisasi sosial berkaitan dengan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang pertama adalah keluarga. Dalam keluarga, orangtua menentukan pola pembinaan pertama bagi anak. Ajaran islam menekankan agar setiap manusia dapat memelihara keluarganya. Dari siksa api neraka, juga termasuk menjaga anak dan harta agar tidak menjadi fitnah, yaitu dengan mendidik anak sebaik-baiknya.
Dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 disebutkan:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Hubungan orientasional antara perintah mendidik bagi orangtua terhadap anaknya dengan pendidikan islam, terlihat dalam implikasi dari tujuan pendidikan islam, yaitu membentuk pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan perilaku (motorik) manusia yang sesuai paradigma pendidikan islam. Upaya yang dilakukan oleh pendidikan sebagai tanggung jawab dalam pendidikan islam adalah sebagai berikut:
a.       Pendidikan anak dalam bertauhid atau menumbuhkan keyakinan teologis yang murni;
b.      Menumbuhkan sikap dan jiwa anak yang selalu beribadah kepada Allah;
c.       Memupuk akhlakul karimah anak di dalam pergaulan hidupnya;
d.      Menciptakan pemimpin yang senantiasa amar ma’ruf nahi munkar
e.       Pendidikan anak dalam bertauhid atau menumbuhkan keyakinan teologis yang murni;
f.       Menumbuhkan sikap dan jiwa anak yang selalu beribadah kepada Allah;
g.      Memupuk akhlakul karimah anak di dalam pergaulan hidupnya;
h.      Menciptakan pemimpin yang senantiasa amar ma’ruf nahi munkar.
i.        Menumbuhkan kesadaran ilmiah melalui kegiatan penelitian tadabur dan tafakur, baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap alam semesta sebagai makhluk Allah.
Dalam interaksi edukatif antara orangtua dan anak dalam kapasitasnya sebagai peserta didik, orangtua sebagai pendidik harus sedapat mungkin memahami anaknya sebagai objek pendidikan.
Beberapa hal yang peru dipahami tersebut adalah:
a.       Anak sebagai peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga cara berinteraksinya pun tidk boleh disamakan dengan orang dewasa.
b.      Anak mempunyai periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dari iramanya. Impliasi dalam pendidikan adalah cara proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola dan tempo serta irama perkembangan anak;
c.       Anak memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin;
d.      Anak sebaga peserta didik memiliki perbedaan anatara individu dan individu yang lain, baik perbedaan oleh faktor endogen maupun eksogen yang meliputi segi jasmani, inteligensi, sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang mempengaruhinya.
e.       Anak dipandang sebagai sistem kesatuan manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, anak sebagai makhluk monopluralis, pribadi anak didik, walaupun terdiri dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga.
f.       Anak merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif.

Pendidikan islam yang diselenggarakan dalam lingkungan keluarga merupakan bimbingan dan pertolongan orangtua kepada anaknya yang diberikan secara sadar sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan yang sempurna. Dengan demikian pendidikan akhlak perlu dilakukan dengan cara:
a.       Menumbuhkembangkan dorongan dari dalam diri anak yng bersumber dari iman dan takwa. Untuk ini perlu pendidikan agama;
b.      Meningkatkan pengetahuan anak tentang akhlak Al-Qur’an lewat ilmu pengetahuan, pengalaman, dan latihan untuk membedakanmana yang bak dan mana yang buruk;
c.       Orangtua hendaknya melakukan pembiasaan yang baik, sehingga perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji yang tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri ana.
Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua yang terdiri atas tempat belajar dan mengajar, yang di dalamnya terdapat para pendidik dan anak didik, para karyawan sekolah, alat-alat dan fasilitas sekolah, perpustakaan, dan aktivitas lainnya yang melibatkan lembaga pendidikan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2004: 55-61), dalam lingkungan sekolah perbedaan individual anak didik perlu mendapat perhatian dari guru sehingga pengelolaan pengajaran berjalan secara kondusif. Perbedaan individual anak didik berkaitan dengan:
a.       Perbedaan biologis
Perbedaan biologis anak didik berhubungan dengan fisik, kesehatan anak didik, dan mentalitasnya. Tidak hanya mental anak didik yang harus diperhatikan, tetapi para pendidik harus memperhitungkan suasana kelas dan keadaan fisik, kesehatan anak didik.
b.      Perbedaan intelektual
Intelegensi merupakan salah satu aspek yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan. Keaktualan itu dikarenakan intelegensi ikut memengaruhi keberhasilan belajar anak didik. Intelegensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradabtasi dengan lingkungan yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.
c.       Perbedaan psikologis
Perbedaan aspek psikologis tak dapat dihindari disebabkan pembawaan dan lingkungan anak didik yang belainan antara satu dengan lainnya. Dalam pengelolaan pengajaran, aspek psikologis sering menjadi ajang persoalan, terutama menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik terhadap pelajaran yang diberikan. Untuk memahami jiwa anak didik guru dapat melakukan pendekatan secara individual. Dengan cara ini, hubungan guru dengan anakdidik menjadi akrab. Anak didik merasa diperhatikan dan dilayani kebutuhannya dan guru dapat mengenal anak didiknya sebagai individu. Guru juga harus dapat menempatkan diri sebagai orangtua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orangtua kandung/wali anak didik dalam jangka waktu tertentu. Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Berikut adlah peranan seorang guru:
1)      Korektor bagi perbuatan yang baik dan yang buruk, agar anak didik memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
2)      Inspirator, yaitu memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreatifitas anak didiknya;
3)      Informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya agar ilmu pengetahuan anak didik lebh luas dan mendalam;
4)      Organisator, yaitu memiliki kemampuan mngelola kegiatan pembelajaran dengan baik dan benar;
5)      Motivator, yaitu mendorong anak didiknya semakin aktif dan kreatif dalam belajar;
6)      Inisiator, yaitu memiliki pencetus agasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan;
7)      Fasilitator, yaitu yang menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak didiknya;
8)      Pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak didiknya ke arah keidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai ajaran-ajaran agama islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.
Sarana yang dimaksudkan adalah alat-alat pendidikan dan media pembelajaran yang secara langsung menciptakan lingkungan sekolah yang memadai bagi keberhasilan pengembangan pedidikan islam. Lingkungan sekolah juga harus menjamin komunikasi anak didik dan semua pihak sekolah berjalan lancar agar mempermudah hubungan interaksional anak didik dengan semua pihak sekolah yang berkaitan dengan kepentingan pembelajarannya. Pengembangan pendidikan islam dalam lingkungan sekolah yang asri akan lebih inspiratif dan artistik, yang mendorong anak didik bersemangat dalam mengikuti pelajaran.
Setelah lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, yang ketiga adalah lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan masyarakat. Di lingkungan inilah ilmu pengetahuan anak diamalkan. Pengembangan ilmu pendidikan islam yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat adalah sebagai berikut:
a.       Pendidikan tentang lingkungan yang bersih, yaitu yang bersih dari kemaksiatan;
b.      Pendidikan tentang amar ma’ruf nahi munkar, yaitu pendidikan dakwah yang menyemarakan lingkungan masyarakat dengan berbagai kegiatan positif dan dijunjung tinggi oleh nilai-nilai keislaman;
c.       Pendidikan tentang sanksi sosial bagi anggota masyarakat yang merusak nama baik lingkungan sosial-religiusnya.
Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu mencoba berinteraksi, akan selalu menemukan masalah-masalah. Akan tetapi berbagai masalah dalam berinteraksi, baik antar individu, antar kelompok, maupun interaksi antar kelompok dengan kelompok lain dapat diminimalisasi dengan mengetahui perilaku individu dan kelompok yang menjadi lawan interaksinya. Dalam satu konsep keilmuan human behavior, semua perilaku manusia mempunyai bentuk sistematis yang dapat dipelajari dalam sistem keilmuwan. Adapun organisasi sebagai kelompok yang mempunyai tujuan tertentu, secara mutlak akan dipengaruhi ole perilaku internal dan eksternal. Jika perilaku tersebut diakumulasikan akan terbentuk perilaku organisasi atau organization behavior.Dalam lembaga pendidikan, sistem sosial dan organisasi sosial meliputi perilaku organisasi, budaya organisasi, etika organisasi, dan hubungan fungsional anggota organisasi. Kinerja organisasi berhubungan dengan visi dan misi organisasi. Oleh karena itu, sebagai sistem organisasi sosial, lembaga pendidikan tidak berdiri sendiri. Hal itu berkaitan dengan seluruh civitas akademika yang terdapat dalam lembaga pendidikan.

D.    Lingkungan Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan islam merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional. Karena itu sebagian subsistem, maka masing-masing lembaga pendidikan islam yang ada berfungsi untuk mencapai tujuan lembaga yang ditetapkan. Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan islam baik pesantren, madrasah atau sekolah-sekolah agama dan perguruan tinggi agama islam memiliki peranan yang besar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Peran yang dijalankan dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana dinyatakan bahwa : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
1.      Sekolah, merupakan salah satu lembaga penyelenggara pendidikan secara formal di Indonesia. Di dalamnya berlangsung proses pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

2.      Madrasah, keberadaan madrasah sudah ada sejak agama islam berkembang di Indonesia. Madrasah tumbuh dan berkembang dari bawah dalam arti (umat islam) sendiri yang didorong oleh rasa tanggung jawab untuk mengamalkan ajaran agama islam kepada generasi muda. Oleh sebab itu, madrasah pada waktu itu lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu islam. Pada saat ini kebijakan baru pemerintah menetapkan keberadaan madrasah telah dipandang sebagai sekolah umum yang bercirikan agama islam dengan tanggung jawabnya mencakup:
a.       sebagai lembaga pencerdasan kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim,
b.      Sebagai lembaga pelestarian budaya keislaman,
c.       Sebagai lembaga pelopor bagi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia.

3.      Pesantren, merupakan lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia. Pesantren difungsikan sebagai suatu lembaga yang dipergunakan untuk penyebaran agama, tempat mempelajari agama islam, mengusahakan pembinaan tenaga-tenaga bagi pengembangan agama. Kemampuan pondok pesantren bukan hanya dalam pembinaan pribadi muslim, melainkan dalam usaha mengadakan perubahan sosial dan kemasyarakatan. Sebagai lembaga sosial pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim, tanpa membeda-bedakan tingkat sosial ekonomi orang tuanya.[5]







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A.    Pengertian Sistem Sosial
Secara etimologi, sistem sosial berasal dari dua kayta, yaitu sistem dan sosial. Sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema. Yang artinya: Pertama, Keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian dan Kedua, Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Dengan demikian, kata systema berarti himpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur yang merupakan satu keseluruhan. Pada suatu sistem terdapat beberapa sistem kecil.

B.     Asumsi Dasar Tentang Sistem Sosial
1.      Orientasi individu dengan berbagai dimensinya, yaitu :
a.       Orientasi motivasional yang berdimensi kognitif, katektik dan evaluative
b.      Orientasi nilai dengan dimensi kognitif, apresiatif dan dimensi modal.
2.      Orientasi motivasional dalam konteks dimensi kognitif diprioritaskan pada tipe tindakan yang merupakan menifestasi intelektual.
3.      Interaksi sosial.

C.    Elemen-Elemen Sistem Sosial dan Organisasi Sosial
Elemen dalam lembaga pendidikan terdapat tiga hal, yaitu :
a.       Lingkungan Keluarga
b.      Lingkungan Sekolah
c.       Lingkungan Masyarakat

D.    Lingkungan Lembaga Pendidikan Islam
Dalam lembaga pendidikan Islam terdapat lingkungan yang ternaungi di dalamnya, yaitu:
a.       Sekolah
b.      Madrasah
c.       Pesantren
DAFTAR PUSTAKA

Maarif, Syamsul, dkk. 2013. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Surabaya. IAIN Sunan       Ampel Press
Saefullah. 2012. Manajemen Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia




[1] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal. 69
[2] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal. 70
[3] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal. 71
[4] Beni Ahmad Seabani, 2007:94
[5] http://farid45.wordpress.com/2012/06/03/manajemen-lembaga-pendidikan-islam-lembaga-pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar