BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Belajar adalah suatu kata yang sudah
akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa
kata”belajar”merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di
lembaga formal. Kegiatan mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan.
Entah malam hari, siang hari, atau pagi hari.
B.
Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari belajar ?
2. Apa arti penting dari belajar,bagi
pengembangan dan bagi kehidupan manusia?
3. Bagaimana tahapan dalam belajar ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian belajar itu
sendiri.
2. Untuk mengetahui pentingnya belajar
bagi pengembangan dan bagi kehidupan manusia.
3. Untuk mengetahui tahapan dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian belajar.
Menurut James O. Whittaker, merumuskan
belajar sebagai proses di mana tingkah laku di timbulkan atau di ubah melalui
latihan atau pengalaman. Menurut Howard L. Kingskey, mengatakan bahwa belajar
adalah proses di mana tingkah laku di timbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan. Menurut Drs.Slameto, belajar adalah proses uasaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dalam lingkungan.
Dari beberapa pendapat para ahli
tentang pengertian belajar dapat di simpulkan bahwa belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
B.
Arti penting belajar, bagi pengembangan dan bagi kehidupan
manusia.
Belajar dalam key term (istilah kunci)
yang paling vital dalam setiap unsur pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan sebagai suatu proses, belajar hampir
mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan upaya
pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian arti pentingnya
belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi
pendidikanpun di arahkan pada tercapainya pemahan yang lebih luas dan mendalam
menguasai proses perubahan manusia itu.
Belajar memainkan peran penting dalam
mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah
persiapan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju
karena belajar.
Dalam perspektif keagamaanpun belajar
merupakan kewajiban bagi setiap muslim
dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya
meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
Seorang siswa yang menempuh proses
belajar yang ideal yaitu di tandai munculnya pengalaman-pengalaman psikologi
baru yang positif yang diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sikap, sifat
dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).
C.
Tahapan dalam belajar.
Beberapatahapantumbuhkembanganakusia 0 sampaidengan dewasa:
- Bayi usia 0 sampai dengan 1 bulan biasanya bayi lebih banyak tidur, di saat bersamaan indera pendengar mulai berkembang, indera perasa, penyentuh dan indera pengliat. Di saat usia 2 bulan mereka akan mul;ai melihat warna dan mengembangkan berbagai macam suara. Dan mereka sudah mulai bermain menggunakan otot, dan mata lebih banyak berkedipnya. Tumbuh kembang bayi terjadi di tahapan yang berbeda-beda pada setiap anak.Beberpa anak akan nampak lebih maju dan mulai merangkak lebih awal dari bayi lainnya, tapi rata-rata seorang bayi duduk di mulai pada usia sekitar 6 bulan dan merangkak di mulai sekitar usia 9 bulan. Belajar mengenali tentang apa saja di sekitarnya.Kontrolmotoriknya sudah mulai berkembangdan anak sudah mulai bisa belajar memegang krayon dan belajarsenilainya. Mereka akan marah ketika mereka di ambil dari orang tua mereka, sudah mulai juga bisa makan sendiri dan mereka tidak mau mendengarkn perintah terlalu banyak.
- Anak usia 18 bulan
Mereka pada umumnya sudah mulai
mantap berjalan menggunakan kedua kaki mereka, dan dalam beberapa kasus mereka
pun ada sudah dapat menendang bola, perkembangan kosakatanya sudah mulai
meningkat.
3.
Anak usia 3 tahun, mereka sudah
mulai dapat menaiki sepededa beroda tiga, kosakatanya pun akan selalu meningkat
dan struktur kalimatnya juga sudah mulai terbentuk, inilah sebabnya mengapa
buku sangat penting pada tahapan usia 3 tahun, mereka pun sudah mulai dapat
melihat logika, dan akalnya pun sudah mulai berjalan ketika mereka mulai
melakukan hal-hal seperti membangun logo, dan meletakkan sesuatu bersama-sama,
dan kita pun akan melihat bahwa mereka akan berfikir panjang dan keras tentang
tugas-tugas tertentu.
4.
Anak usia 4 tahun, di tahapan usia
ini, mereka seringnya merasa ketakutan, misalnya mereka mungkin menjadi takut
gelap, dan mereka pun akan mulai belajar untuk berbagi dan bermain de3ngan
anak-anak lain.
5.
Anak usia 5 tahun, perkembangan
motoriknya akan mulai meningkat, seperti cara mereka melompat, dan menjalankan mainan
akan berbeda di setiap tahapan tumbuh kembangnya. Mereka sudah mempunyai rasa
tanggung jawab, sara penyesalan dan rasa bangga pada diri sendiri.
6.
Mulai 5 tahun
ke atas
Calitung
merupakan tahapakan tahapan dasar mengenal huruf dan angka, sehingga bisa
membaca, menulis dan menghitung. Umumnya, awal belajar calistung
banyak disampaikan di sekolah dasar, namun kini tempat pendidikan lain seperti
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Bimbingan Belajar (Bimba), Taman Kanak-Kanak
(TK) dan lainnya juga sudah mengajarkan hal tersebut.
Sebenarnya
usia yang tepat untuk anak mulai belajar calistung berkisar usia 5 tahun.
Karena pada usia tersebut anak sudah mulai ada kesiapan daya pikir, kesiapan
sikap dalam belajar dan kesiapan motorik halus khususnya untuk menulis. Namun
demikian, tetap saja calistung mulai diajarkan secara intensif pada usia
sekolah dasar. Sebenarnya usia yang tepat untuk anak mulai belajar calistung
berkisar usia 5 tahun. Karena pada usia tersebut anak sudah mulai ada kesiapan
daya pikir, kesiapan sikap dalam belajar dan kesiapan motorik halus khususnya
untuk menulis. Namun demikian, tetap saja calistung mulai diajarkan secara
intensif pada usia sekolah dasar.
Sedangkan untuk anak usia 3 tahun (batita) yang sebenarnya masih berada pada tahap perkembangan, kebutuhan utamanya adalah mengembangkan kemampuan fisik dan mulai berekspolasi terhadap lingkungannya serta mengembangkan kemampuan dalam bahasa, terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Jika ada anak usia dini yang sudah mulai dimasukkan ke sekolah yang mengajarkan calistung, maka saat itu calistung hanya cocok untuk diperkenalkan dulu BUKAN diajarkan.
Sedangkan untuk anak usia 3 tahun (batita) yang sebenarnya masih berada pada tahap perkembangan, kebutuhan utamanya adalah mengembangkan kemampuan fisik dan mulai berekspolasi terhadap lingkungannya serta mengembangkan kemampuan dalam bahasa, terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Jika ada anak usia dini yang sudah mulai dimasukkan ke sekolah yang mengajarkan calistung, maka saat itu calistung hanya cocok untuk diperkenalkan dulu BUKAN diajarkan.
Jika
memang minat membaca, menulis dan menghitung anak sudah muncul sejak dini
mungkin proses mengajarkan calistung pada anak menjadi lebih mudah dan
menyenangkan. Namun kenyataannya, kebanyakan anak baru benar-benar siap belajar
membaca dan menulis di atas usia 5 tahun. Apalagi mengingat bahwa sebenarnya
masa balita adalah masanya bermain bukan belajar dalam hal membaca, menulis dan
menghitung.
7.
Umur 7 – 11 tahu
Keseimbangan antara ketergantungan dan mampu berdiri
sendiri mulai tampak. Anak (terutama anak laki-laki) akan semakin senang
bermain sendiri / bersama temannya di luar rumah. Pada saat anak ini bermain,
ia secara tak sadar sebenarnya sedang berusaha melepaskan ketergantungannya
dengan ibunya di rumah, dan berdiri sendiri bersama teman-temannya di sekitar
rumah. Seorang anak laki-laki di usia ini, jika masih memperlihatkan
ketergantungan secara terang-terangan
terhadap ibunya, malah merupakan hal yang tidak normal dan harus diwaspadai.
Di saat seorang anak masuk Sekolah Dasar, ia mengalami
peralihan antara bermain dengan “bekerja”. Perkembangan yang terjadi selain
berusaha berdiri sendiri, juga sudah mulai rasa tanggung jawab dan memiliki
kewajiban terhadap tugas belajarnya di sekolah. Di sini peranan sekolah selain
mengajarkan ilmu pengetahuan ,adalah memberi tugas-tugas yang merangsang
perkembangan tanggung jawab dan rasa
punya kewajiban . Tugas dari sekolah diarahkan untuk merangsang inisiatif dan
kemampuan berusaha mengatasi masalah yang dihadapi. Kadangkala orang tua ingin
memberikan anak suatu masa kanak-kanak yang menyenangkan, sehingga akibatnya
mereka malah terlalu melonggarkan anak dari kewajiban dan tugas yang diberikan dari sekolah. Orang
tua kadangkala malah mengajak anak bermain-main
dan tidak mengharuskan si anak mengerjakan tugas sekolah. Ini malah berakibat anak tidak dapat belajar disiplin
dalam mengerjakan sesuatu. Sering terjadi juga orang tua mengerjakan tugas
sekolah si anak, dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan agar si anak tidak
terlalu repot, atau agar si anak punya nilai yang bagus, dan lain
sebagainya. Hal ini tidaklah baik, sebab
malah akan mengakibatkan si anak
terhambat perkembangannya.
Selain itu, anak juga akan mulai banyak bergaul dengan
teman sebayanya. Mulanya ia akan tetap berbaur dengan laki-laki dan perempuan,
tapi lama-kelamaan mereka akan berkelompok sejenis. Anak laki-laki akan banyak
melakukan aktifitas yang dilarang, misalnya bermain di tempat yang dilarang.
Hal ini mereka lakukan karena mau menunjukkan sikap jantannya. Hal ini tidak
perlu menjadi kekuatiran yang berlebihan
selama kenakalan mereka tidak keterlaluan dan tidak membahayakan. Akan tetapi
tentunya juga tidak berarti orang tua bisa melepas begitu saja.
8.
Usia 11 – 19 tahun
Perkembangan
psikologi yang normal selama masa remaja, meliputi 4 aspek . Pertama adalah kemampuan
emosional untuk terlepas dari keluarga
dan mampu menerima tanggung jawab. Kedua, perkembangan seksual dan nilai
moralitas. Di sini selain pematangan fungsi seksual dari organ tubuh, juga
pematangan akan nilai-nilai seksualitas. Ketiga, menemukan keinginan dan
minat yang ada dalam dirinya dan usaha
pencapaiannya. Dan yang keempat, adalah menemukan jati diri (ego) yang
sebenarnya.
Pada tahap ini terjadilah proses pematangan seksual.
Selain secara fisik, juga secara mental. Perilakunya akan semakin menunjukkan
ciri-ciri kelakuan anak laki atau perempuan dalam pergaulannya, terutama dalam
pergaulan dengan lawan jenis.
Pada masa awal
remaja, anak sering membandingkan diri dengan teman-teman sebayanya. Tingkah laku dari orang yang mereka jadikan model atau idola, akan
mereka tiru dan ikuti. Rasa ingin tahu tentang hal seksual akan meningkat, dan
biasanya mereka mencari segala sumber
untuk mengetahuinya. Peran orang tua
dan sekolah dalam hal ini adalah untuk memberikan sex education yang benar,
sehingga anak mendapat informasi yang benar tentang seksualitas. Dari segi hubungan sosial dengan dunia sekitarnya,
anak akan mulai menyadari kedudukan dan status orang tua dalam masyarakat.
Dengan berinteraksi dengan masyarakat, anak melihat bagaimana orang lain
memandang dirinya dan keluarganya. Dari sini ia akan belajar untuk membentuk
dan memahami identitas sosialnya.
Pada saat ini orang tua sebaiknya memperhatikan apakah
anaknya memiliki perilaku yang sesuai dengan kelaminnya. Pada saat ini
diperlukan petunjuk dan bimbingan dari orang tuanya tentang norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Norma –norma ini tidak hanya untuk masalah seksual
saja, tetapi juga untuk sopan santun dan norma-norma dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Dalam masa
pertengahan remaja (15-16 tahun) anak mulai memperhatikan penampilan
dirinya. Ia mulai merisaukan tentang body
image-nya. Anak ingin lebih bebas
dalam memilih aktifitasnya, dan menerima tanggung jawab yang lebih besar. Minat akan aktifitas tertentu akan lebih
menonjol, dan anak mulai menemukan kegemaran-kegemarannya. Rasa ingin tahu,
khususnya tentang seksualitas semakin besar, dan mereka saling berbagi informasi tentang hal ini, entah benar atau
salah. Dalam hubungan sosial, anak lebih berani untuk
interaksi dengan lingkungannya, dan
mengatasi isolasi emosional. Ia akan berusaha mengatasi ketakutan terhadap penolakan
oleh lingkungan dan menjadi akrab dengan
teman yang paling dipercayanya. Dalam masa ini, pengaruh teman dan kelompoknya
jauh lebih besar dari pada pengaruh orang tua. Anak akan jauh merasa lebih nyaman untuk berada
dalam lingkungan teman-teman sebayanya, ketimbang berada dekat dengan
orang tuanya. Kematangan emosional juga mulai berkembang, misalnya dengan mampu
berbagi perasaan dengan teman – teman akrabnya.
Orang tua memberi peranan penting dengan mulai
memberikan persamaan hak pada anak. Ini sangat penting bagi proses akhir
keseimbangan antara ketergantungan dan kemampuan berdiri sendiri. Dengan perlahan menghapus kedudukan anak yang lebih
rendah, anak akan semakin berkembang karena ia juga akan memperoleh ruang yang
lebih luas untuk berkembang dan berdiri sendiri, menerima tanggung jawab dan
kewajiban. Seorang remaja ingin mencoba segala sesuatu, mencoba membuat
keputusan sendiri, dan mereka perlu diberi kesempatan membuat kesalahan. Di
sini masa kecilnya banyak memberi pengaruh. Jika pada usia kecilnya ia banyak mengalami kegembiraan,
persahabatan, dan kesuksesan, ia akan menjalani masa remaja dan dewasa dengan
penuh percaya diri. Sebaliknya bila masa kecilnya ia tidak pernah menerima
penghargaan atas usahanya, ia bisa menjadi rendah diri dan kurang percaya diri.
Pubertas berasal dari kata pubercere yang artinya menjadi matang. Sedangkan adolesen berasal
dari kata adolescere yang berarti
menjadi dewasa. Proses ini sudah pasti akan menimbulkan konflik. Orang tua
sebaiknya tidak usah takut akan konflik ini, selama konflik tak hebat dan tidak
mengarah pada perpecahan anggota keluarga.
Yang perlu diingat adalah konflik hanyalah aspek yang diperlukan dalam perkembangan anak yang sehat. Malahan,
jika sama sekali tidak dijumpai adanya konflik, orang tua harus curiga
jangan-jangan si anak hanya pura-pura mampu berdiri sendiri.
Anak juga akan
lebih terikat dengan teman sebayanya, dalam kelompok tertentu. Mereka merasa
lebih aman dan memperoleh kepastian akan eksistensi dirinya. Sebenarnya dalam
tahap inipun mereka bukannya tidak tergantung sama sekali dengan orang lain,
mereka masih tergantung dengan orang tua dan teman-temannya dalam kadar
tertentu. Perkembangan akan kemampuan diri sendiri di sini meliputi berbagai
aspek, termasuk ilmu pengetahuan, moral, emosional, dan berbagai macam lainnya.
Akhir masa remaja, keinginan untuk keluar dari
lingkungan rumah menjadi semakin besar lagi. Mereka semakin terdorong dengan
keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi di tempat lain, atau
bekerja di tempat yang baru. Dalam
bersosialisasi mereka umumnya sudah cukup
nyaman dengan kemampuan dirinya dan sudah mulai menemukan identitas dirinya. Dalam berinteraksi dengan orang lain bahkan mereka sudah berani
untuk lebih serius, misalnya dengan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya
dalam bentuk berpacaran.
Dalam diri anak
bagaimanapun akan masih terjadi pertentangan antara keinginan berdiri
sendiri dengan masih ingin berada dalam
naungan orang tua. Anak sering mengalami kekuatiran apakah dirinya sudah cukup
siap untuk mengambil sebuah keputusan dan
memilih jalan hidupnya sendiri. Di sini orang tua harus tetap memberinya
arah , bimbingan, dan tetap membukakan
pintu selebar-lebarnya bagi anak bila ia membutuhkan bantuan orang tua namun tetap harus ingat
untuk tidak lagi memperlakukan anak yang sudah dewasa sebagai anak kecil
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø Belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Ø Pentingnya belajar, Dalam perspektif
keagamaanpun belajar merupakan kewajiban
bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat
kehidupannya meningkat.
Ø Tahapan dalam belajar anak d mulai dari
usia 5 tahun ke atas karena daya pikirnya sudah berkembang, sedangkan pada usia
0-3 tahun merupakan masa tumbuh kembang anak.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu dan
Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar.
Jakarta: Reneka Cipta.
Dolyono, M 1997.
Psikologi Pendidikan. Jakarta: Reneka
Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar