Jumat, 28 November 2014

KONSEP DASAR BELAJAR



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata”belajar”merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga formal. Kegiatan mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Entah malam hari, siang hari, atau pagi hari.


B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari belajar ?
2.      Apa arti penting dari belajar,bagi pengembangan dan bagi kehidupan manusia?
3.      Bagaimana tahapan dalam belajar ?


C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian belajar itu sendiri.
2.      Untuk mengetahui pentingnya belajar bagi pengembangan dan bagi kehidupan manusia.
3.      Untuk mengetahui tahapan dalam belajar.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian belajar.
Menurut James O. Whittaker, merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku di timbulkan atau di ubah melalui latihan atau pengalaman. Menurut Howard L. Kingskey, mengatakan bahwa belajar adalah proses di mana tingkah laku di timbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Menurut Drs.Slameto, belajar adalah proses uasaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungan.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar dapat di simpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.


B.     Arti penting belajar, bagi pengembangan dan bagi kehidupan manusia.
Belajar dalam key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap unsur pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan sebagai suatu proses, belajar hampir mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian arti pentingnya belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikanpun di arahkan pada tercapainya pemahan yang lebih luas dan mendalam menguasai proses perubahan manusia itu.
Belajar memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persiapan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar.
Dalam perspektif keagamaanpun belajar merupakan  kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
Seorang siswa yang menempuh proses belajar yang ideal yaitu di tandai munculnya pengalaman-pengalaman psikologi baru yang positif yang diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sikap, sifat dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).


C.    Tahapan dalam belajar.
Beberapatahapantumbuhkembanganakusia 0 sampaidengan dewasa:
  1. Bayi usia 0 sampai dengan 1 bulan biasanya bayi lebih banyak tidur, di saat bersamaan indera pendengar mulai berkembang, indera perasa, penyentuh dan indera pengliat. Di saat usia 2 bulan mereka akan mul;ai melihat warna dan mengembangkan berbagai macam suara. Dan mereka sudah mulai bermain menggunakan otot, dan mata lebih banyak berkedipnya. Tumbuh kembang bayi terjadi di tahapan yang berbeda-beda pada setiap anak.Beberpa anak akan nampak lebih maju dan mulai merangkak lebih awal dari bayi lainnya, tapi rata-rata seorang bayi duduk di mulai pada usia sekitar 6 bulan dan merangkak di mulai sekitar usia 9 bulan. Belajar mengenali tentang apa saja di sekitarnya.Kontrolmotoriknya sudah mulai berkembangdan anak sudah mulai bisa belajar memegang krayon dan belajarsenilainya. Mereka akan marah ketika mereka di ambil dari orang tua mereka, sudah mulai juga bisa makan sendiri dan mereka tidak mau mendengarkn perintah terlalu banyak.
  2. Anak usia 18 bulan
Mereka pada umumnya sudah mulai mantap berjalan menggunakan kedua kaki mereka, dan dalam beberapa kasus mereka pun ada sudah dapat menendang bola, perkembangan kosakatanya sudah mulai meningkat.
3.      Anak usia 3 tahun, mereka sudah mulai dapat menaiki sepededa beroda tiga, kosakatanya pun akan selalu meningkat dan struktur kalimatnya juga sudah mulai terbentuk, inilah sebabnya mengapa buku sangat penting pada tahapan usia 3 tahun, mereka pun sudah mulai dapat melihat logika, dan akalnya pun sudah mulai berjalan ketika mereka mulai melakukan hal-hal seperti membangun logo, dan meletakkan sesuatu bersama-sama, dan kita pun akan melihat bahwa mereka akan berfikir panjang dan keras tentang tugas-tugas tertentu.
4.      Anak usia 4 tahun, di tahapan usia ini, mereka seringnya merasa ketakutan, misalnya mereka mungkin menjadi takut gelap, dan mereka pun akan mulai belajar untuk berbagi dan bermain de3ngan anak-anak lain.
5.      Anak usia 5 tahun, perkembangan motoriknya akan mulai meningkat, seperti cara mereka melompat, dan menjalankan mainan akan berbeda di setiap tahapan tumbuh kembangnya. Mereka sudah mempunyai rasa tanggung jawab, sara penyesalan dan rasa bangga pada diri sendiri.
6.      Mulai 5 tahun ke atas
Calitung merupakan tahapakan tahapan dasar mengenal huruf dan angka, sehingga bisa membaca, menulis dan menghitung. Umumnya, awal belajar calistung banyak disampaikan di sekolah dasar, namun kini tempat pendidikan lain seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Bimbingan Belajar (Bimba), Taman Kanak-Kanak (TK) dan lainnya juga sudah mengajarkan hal tersebut.
Sebenarnya usia yang tepat untuk anak mulai belajar calistung berkisar usia 5 tahun. Karena pada usia tersebut anak sudah mulai ada kesiapan daya pikir, kesiapan sikap dalam belajar dan kesiapan motorik halus khususnya untuk menulis. Namun demikian, tetap saja calistung mulai diajarkan secara intensif pada usia sekolah dasar. Sebenarnya usia yang tepat untuk anak mulai belajar calistung berkisar usia 5 tahun. Karena pada usia tersebut anak sudah mulai ada kesiapan daya pikir, kesiapan sikap dalam belajar dan kesiapan motorik halus khususnya untuk menulis. Namun demikian, tetap saja calistung mulai diajarkan secara intensif pada usia sekolah dasar.
Sedangkan untuk anak usia 3 tahun (batita) yang sebenarnya masih berada pada tahap perkembangan, kebutuhan utamanya adalah mengembangkan kemampuan fisik dan mulai berekspolasi terhadap lingkungannya serta mengembangkan kemampuan dalam bahasa, terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Jika ada anak usia dini yang sudah mulai dimasukkan ke sekolah yang mengajarkan calistung, maka saat itu calistung hanya cocok untuk diperkenalkan dulu BUKAN diajarkan.
Jika memang minat membaca, menulis dan menghitung anak sudah muncul sejak dini mungkin proses mengajarkan calistung pada anak menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Namun kenyataannya, kebanyakan anak baru benar-benar siap belajar membaca dan menulis di atas usia 5 tahun. Apalagi mengingat bahwa sebenarnya masa balita adalah masanya bermain bukan belajar dalam hal membaca, menulis dan menghitung.


7.      Umur 7 – 11 tahu
Keseimbangan antara ketergantungan dan mampu berdiri sendiri mulai tampak. Anak (terutama anak laki-laki) akan semakin senang bermain sendiri / bersama temannya di luar rumah. Pada saat anak ini bermain, ia secara tak sadar sebenarnya sedang berusaha melepaskan ketergantungannya dengan ibunya di rumah, dan berdiri sendiri bersama teman-temannya di sekitar rumah. Seorang anak laki-laki di usia ini, jika masih memperlihatkan ketergantungan  secara terang-terangan terhadap ibunya, malah merupakan hal yang tidak normal dan harus diwaspadai.
Di saat seorang anak masuk Sekolah Dasar, ia mengalami peralihan antara bermain dengan “bekerja”. Perkembangan yang terjadi selain berusaha berdiri sendiri, juga sudah mulai rasa tanggung jawab dan memiliki kewajiban terhadap tugas belajarnya di sekolah. Di sini peranan sekolah selain mengajarkan ilmu pengetahuan ,adalah memberi tugas-tugas yang merangsang perkembangan  tanggung jawab dan rasa punya kewajiban . Tugas dari sekolah diarahkan untuk merangsang inisiatif dan kemampuan berusaha mengatasi masalah yang dihadapi. Kadangkala orang tua ingin memberikan anak suatu masa kanak-kanak yang menyenangkan, sehingga akibatnya mereka malah terlalu melonggarkan anak dari kewajiban  dan tugas yang diberikan dari sekolah. Orang tua kadangkala malah mengajak anak bermain-main  dan tidak mengharuskan si anak mengerjakan tugas sekolah. Ini malah  berakibat anak tidak dapat belajar disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Sering terjadi juga orang tua mengerjakan tugas sekolah si anak, dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan agar si anak tidak terlalu repot, atau agar si anak punya nilai yang bagus, dan lain sebagainya.  Hal ini tidaklah baik, sebab malah akan mengakibatkan  si anak terhambat perkembangannya.
Selain itu, anak juga akan mulai banyak bergaul dengan teman sebayanya. Mulanya ia akan tetap berbaur dengan laki-laki dan perempuan, tapi lama-kelamaan mereka akan berkelompok sejenis. Anak laki-laki akan banyak melakukan aktifitas yang dilarang, misalnya bermain di tempat yang dilarang. Hal ini mereka lakukan karena mau menunjukkan sikap jantannya. Hal ini tidak perlu menjadi kekuatiran yang  berlebihan selama kenakalan mereka tidak keterlaluan dan tidak membahayakan. Akan tetapi tentunya juga tidak berarti orang tua bisa melepas begitu saja.
8.      Usia 11 – 19 tahun
Perkembangan  psikologi yang normal selama masa remaja, meliputi  4 aspek . Pertama adalah kemampuan emosional  untuk terlepas dari keluarga dan mampu menerima tanggung jawab. Kedua, perkembangan seksual dan nilai moralitas. Di sini selain pematangan fungsi seksual dari organ tubuh, juga pematangan akan nilai-nilai seksualitas. Ketiga, menemukan keinginan dan minat  yang ada dalam dirinya dan usaha pencapaiannya. Dan yang keempat, adalah menemukan jati diri (ego) yang sebenarnya.
Pada tahap ini terjadilah proses pematangan seksual. Selain secara fisik, juga secara mental. Perilakunya akan semakin menunjukkan ciri-ciri kelakuan anak laki atau perempuan dalam pergaulannya, terutama dalam pergaulan dengan lawan jenis.
Pada masa  awal remaja, anak sering membandingkan diri dengan teman-teman sebayanya.  Tingkah laku dari orang  yang mereka jadikan model atau idola, akan mereka tiru dan ikuti. Rasa ingin tahu tentang hal seksual akan meningkat, dan biasanya  mereka mencari segala sumber untuk mengetahuinya.   Peran orang tua dan sekolah dalam hal ini adalah untuk memberikan sex education  yang benar, sehingga anak mendapat informasi yang benar tentang seksualitas.  Dari segi hubungan sosial dengan dunia sekitarnya, anak akan mulai menyadari kedudukan dan status orang tua dalam masyarakat. Dengan berinteraksi dengan masyarakat, anak melihat bagaimana orang lain memandang dirinya dan keluarganya. Dari sini ia akan belajar untuk membentuk dan memahami identitas sosialnya.
Pada saat ini orang tua sebaiknya memperhatikan apakah anaknya memiliki perilaku yang sesuai dengan kelaminnya. Pada saat ini diperlukan petunjuk dan bimbingan dari orang tuanya tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma –norma ini tidak hanya untuk masalah seksual saja, tetapi juga untuk sopan santun dan norma-norma dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam masa  pertengahan remaja (15-16 tahun) anak mulai memperhatikan penampilan dirinya. Ia mulai merisaukan tentang body image-nya.  Anak ingin lebih bebas dalam memilih aktifitasnya, dan menerima tanggung jawab  yang lebih besar.  Minat akan aktifitas tertentu akan lebih menonjol, dan anak mulai menemukan kegemaran-kegemarannya. Rasa ingin tahu, khususnya tentang seksualitas semakin besar, dan mereka saling berbagi  informasi tentang hal ini, entah benar atau salah.  Dalam hubungan  sosial, anak lebih berani untuk interaksi  dengan lingkungannya, dan mengatasi isolasi emosional.  Ia  akan berusaha mengatasi ketakutan terhadap penolakan oleh lingkungan  dan menjadi akrab dengan teman yang paling dipercayanya. Dalam masa ini, pengaruh teman dan kelompoknya jauh lebih besar dari pada pengaruh orang tua. Anak akan jauh  merasa lebih nyaman  untuk berada  dalam lingkungan teman-teman sebayanya, ketimbang berada dekat dengan orang tuanya. Kematangan emosional juga mulai berkembang, misalnya dengan mampu berbagi perasaan dengan teman – teman akrabnya.
Orang tua memberi peranan penting dengan mulai memberikan persamaan hak pada anak. Ini sangat penting bagi proses akhir keseimbangan antara ketergantungan dan kemampuan berdiri sendiri. Dengan  perlahan menghapus kedudukan anak yang lebih rendah, anak akan semakin berkembang karena ia juga akan memperoleh ruang yang lebih luas untuk berkembang dan berdiri sendiri, menerima tanggung jawab dan kewajiban. Seorang remaja ingin mencoba segala sesuatu, mencoba membuat keputusan sendiri, dan mereka perlu diberi kesempatan membuat kesalahan. Di sini masa kecilnya banyak memberi pengaruh. Jika pada usia  kecilnya ia banyak mengalami kegembiraan, persahabatan, dan kesuksesan, ia akan menjalani masa remaja dan dewasa dengan penuh percaya diri. Sebaliknya bila masa kecilnya ia tidak pernah menerima penghargaan atas usahanya, ia bisa menjadi rendah diri dan kurang percaya diri.
Pubertas berasal dari kata pubercere yang artinya menjadi matang. Sedangkan adolesen berasal dari kata adolescere yang berarti menjadi dewasa. Proses ini sudah pasti akan menimbulkan konflik. Orang tua sebaiknya tidak usah takut akan konflik ini, selama konflik tak hebat dan tidak mengarah pada perpecahan anggota keluarga.  Yang perlu diingat adalah konflik hanyalah aspek yang diperlukan  dalam perkembangan anak yang sehat. Malahan, jika sama sekali tidak dijumpai adanya konflik, orang tua harus curiga jangan-jangan si anak hanya pura-pura mampu berdiri sendiri.
 Anak juga akan lebih terikat dengan teman sebayanya, dalam kelompok tertentu. Mereka merasa lebih aman dan memperoleh kepastian akan eksistensi dirinya. Sebenarnya dalam tahap inipun mereka bukannya tidak tergantung sama sekali dengan orang lain, mereka masih tergantung dengan orang tua dan teman-temannya dalam kadar tertentu. Perkembangan akan kemampuan diri sendiri di sini meliputi berbagai aspek, termasuk ilmu pengetahuan, moral, emosional, dan berbagai macam lainnya.
Akhir masa remaja, keinginan untuk keluar dari lingkungan rumah menjadi semakin besar lagi. Mereka semakin terdorong dengan keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi di tempat lain, atau bekerja di tempat yang baru.  Dalam bersosialisasi mereka umumnya sudah cukup  nyaman dengan kemampuan dirinya dan sudah mulai menemukan identitas  dirinya. Dalam berinteraksi  dengan orang lain bahkan mereka sudah berani untuk lebih serius, misalnya dengan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya dalam bentuk berpacaran.
 Dalam diri anak bagaimanapun akan masih terjadi pertentangan antara keinginan berdiri sendiri  dengan masih ingin berada dalam naungan orang tua. Anak sering mengalami kekuatiran apakah dirinya sudah cukup siap untuk mengambil sebuah keputusan dan  memilih jalan hidupnya sendiri. Di sini orang tua harus tetap memberinya arah , bimbingan,  dan tetap membukakan pintu selebar-lebarnya bagi anak bila ia membutuhkan  bantuan orang tua namun tetap harus ingat untuk tidak lagi memperlakukan anak yang sudah dewasa  sebagai anak kecil








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø  Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Ø  Pentingnya belajar, Dalam perspektif keagamaanpun belajar merupakan  kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat.
Ø  Tahapan dalam belajar anak d mulai dari usia 5 tahun ke atas karena daya pikirnya sudah berkembang, sedangkan pada usia 0-3 tahun merupakan masa tumbuh kembang anak.

































DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Reneka Cipta.
Dolyono, M 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Reneka Cipta.



                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar