Sabtu, 15 November 2014

MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Keuangan dan pembiayaaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain.
Manajemen keuangan sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan, yang secara keseluruhan menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif dan transparan. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah manajemen keuangan merupakan potensi yang sangat menetukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, agar dengan dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian manajemen keuangan sekolah?
2.      Darimana sajakah sumber keuangan pendidikan itu?
3.      Apa permasalahan dalam pembiayaan pendidikan?
4.      Apa sajakah tantangan dalam pengelolaan biaya pendidikan?

C.     TUJUAN
1.      pengertian manajemen keuangan sekolah.
2.       Sumber-sumber keuangan pendidikan itu.
3.      permasalahan dalam pembiayaan pendidikan.
4.      tantangan dalam pengelolaan biaya pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sumber Keuangan Sekolah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Keuangan adalah mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan organisasi serta meningkatkan, mengalokasi, dan menggunakan sumber daya moneter sejalan dengan waktu, dan juga menghitung risiko dalam menjalankan suatu proyek.[1]
Sumber keuangan sekolah  adalah   sumber daya (dana)  keuangan  yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola  sekolah.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Jones mengemukakan financial planning is called budgeting merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa terjadi efek samping yang merugikan.[2]Implementation involves accounting atau pelaksanaan anggaran ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian bila diperlukan. Evaluasi merupakan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan.[3]
B.     Sumber Keuangan Pendidikan
Pasal 46 Undang-undang No 20 Tahun 2003 menyatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari pemerintah, usaha mandiri sekolah, orang tua siswa, dunia usaha dan industri, sumber lain seperti hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, serta masyarakat luas. Berikut ini disajikan rincian masing-masing sumber pendapatan sekolah. Sumber keuangan dari pemerintah bisa berasal dari pemerintah pusat, pemerintah kabupaten / kota. Sumber keuangan pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan yang berasal dari pemerintah kabupaten dan kota dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD). Selanjutnya melalui kebijakan pemerintah yang ada, di tahun 2007 di dalam pengelolaan keuangan dikenal sumber anggaran yang disebut Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA meliputi Administrasi Umum, yaitu alokasi dari Pemerintah yang bersumber APBN penerimaan dari pajak , dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari dana masyarakat. Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan sekolah antara lain[4] :
1.      Pengelolaan Kantin Sekolah
Pengelolaan kantin sekolah memiliki manfaat tersedianya makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, harganya yang terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Hasil penjualan atau sewa tempat penjualan dikumpulkan sehingga menjadi sumber pendapatan. Pengelolaan kantin sekolah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·         Tempat kantin strategis di dalam sekolah, yang memudahkan warga sekolah untuk mengunjunginya, serta dapat terpantau oleh pengelola sekolah.
·         Bangunan kantin didesain secara baik,indah, bersih, nyaman sehingga menyenangkan pengunjungnya.
·         Menu makanan dan minuman bervariasi sesuai selera pembeli dan berkualitas baik, namun harganya diusahakan yang semurah mungkin.
·         Keuangan kantin atau hasil pengelolaan kantin dikelola secara transparan.
2.      Pengelolaan Koperasi Sekolah
Koperasi sekolah, adanya koperasi sekolah disamping memiliki manfaat tersedianya kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Terkait dengan kebutuhan siswa, usaha koperasi bisa berupa took yang menyediakan seragam sekolah, buku tulis dan cetak, alat tulis dan kebutuhan belajar lainnya. Terkait dengan kebutuhan guru, koperasi bisa menyediakan seragam guru, alat tulis dan kebutuhan rumah tangga misalnya penyediaan sembako dan kebutuhan lainnya. Selain toko yang menyediakan kebutuhan guru, koperasi bisa mengelola usaha simpan pinjam dengan suku bunga yang lebih rendah daripada suku bunga di bank agar guru dan pegawai sekolah tertarik serta merasa diuntungkan oleh adanya koperasi di sekolah.
3.      Pengelolaan Jasa Antar Jemput Siswa
Pengelolaan jasa antar jemput bagi siswa, barangkali bisa dilakukan bagi sekolah yang lokasinya jauh dari jalur transportasi umum, meskipun usia anak SMA/SMK mungkin kurang berminat menggunakannya. Tetapi tidak ada salahnya kalau pihak sekolah menjaga kemungkinan banyak siswa yang berminat menggunakannya.
4.      Panen Kebun Sekolah
Sekolah yang masih memiliki lahan luas bisa mengelola lahannya dengan menanam tumbuhan yang hasilnya bisa dijual dan bisa menjadi pemasukan pendapatan bagi sekolah. Tentunya sekolah perlu bekerja sama dengan penggarap tanah di sekitar sekolah, agar semua kegiatan berjalan lancar.
5.      Kegiatan Yang Menarik Sehingga Ada Sponsor Yang Memberi Dana
Sekolah bisa menyelenggarakan kegiatan yang menarik warga di dalam sekolah dan perusahaan di sekitar sekolah, sehingga ada sponsor yang memberi dana ke sekolah. Kegiatan ini bisa berupa gerak jalan sehat, pertandingan sepak bola antar sekolah atau kegiatan yang sejenis.

Sumber dana yang berasal dari orang tua siswa dapat berupa sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, iuran BP3, dan SPP. Selain itu bisa juga sekolah mengembangkan penggalian dana dalam bentuk: Amal jariyah, Zakat mal Uang tasyakkuran atau Amal Jumat.
Untuk memperoleh dana dari berbagai pihak utamanya dari dana hibah atau block grant, kepala sekolah perlu menyusun proposal yang menggambarkan kebutuhan pengembangan program sekolah. Komponen proposal dapat disusun sebagai berikut: rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah, identifikasi tantangan nyata yang dihadapi sekolah, sasaran, identifikasi fungsi-fungsi sasaran, analisis SWOT, alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, rencana dan Program Peningkatan mutu, anggaran dan rincian penggunaannya. Selain penjelasan di atas ada pula sumber-sumber pendapatan sekolah seperti[5] :
  1. Pemerintah APBN
·         APBD Propinsi
·         APBD Kabupaten/Kota
  1. Orang Tua Siswa/Komite Sekolah
·         Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP)
·         Bantuan Pengembangan Pendidikan (BPP)
·         Biaya Pendaftaran Murid Baru
·         Biaya Ujian Akhir Semester
·         Biaya Ujian Akhir Sekolah
·         Iuran Ekstra Kurikuler
·         Iuran Perpustakaan
·         Bantuan-bantuan lain yang ditentukan sekolah.
  1. Yayasan Penyelenggara
·         Biaya Operasional Sekolah
·         Biaya Pengembangan Sekolah
  1. Donatur
·         Bantuan sukarela masyarakat umum incidental
·         Bantuan sukarela masyarakat umum rutin
·         Bantuan alumni
  1. Hasil Usaha Sekolah
·         Kantin Sekolah
·         Koperasi Sekolah
·         Unit Usaha sekolah
·         Penyewaan gedung dan fasilitas milik sekolah
  1. Lain-lain
·         Bunga tabungan sekolah
·         Sesuai dengan kebijakan dan ketentuan sekolah masing-masing

C. Permasalahan Pembiayaan Pendidikan

Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya. Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti.
Fenomena pendidikan yang menyedot biaya begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat pendaftaran siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang mengenai biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus diakui jika Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah menggulirkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika bicara dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran berkualitas. Dengan masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih jika Pemerintah sekadar membantu dan meringankan beban masyarakat miskin. Jika benar demikian, maka Pemerintah bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkret adalah angka drop out anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu. Hasil survei menyebutkan 185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu jika program BOS mulai dirintis sejak 2005.[6]
Dalam hal ini, kita perlu memikirkan bersama persoalan pembiayaan pendidikan. Di lihat dari konstitusi, Pemerintah bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD 1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa biaya. Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali menarik pungutan-pungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal 34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya.[7]
Ditinjau lebih jauh, Pemerintah tampak tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja misalnya ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU No 18/2006 tentang APBN 2007 yang mengalokasikan anggaran pendidikan 11,8 % bertentangan dengan UUD 1945 malah ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada 2006 lalu, dimana Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No 13/2005 tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1 % bertentangan dengan UUD 1945.[8]
Bagaimana pun, kita tidak bisa menutup mata terhadap mahalnya biaya menempuh jenjang pendidikan di negeri ini. Ketika disinggung tentang anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN/APBD sebagaimana amanat UUD 1945 dan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, pemerintah selalu mengatakan tidak memiliki anggaran yang cukup. Ada sektor kebutuhan non-pendidikan yang semestinya juga harus diperhatikan disamping terus mengupayakan secara bertahap anggaran pendidikan menuju 20 %.
Melihat kenyataan pengelolaan anggaran negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di samping mentalitas korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang perlu memikirkan lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran negara seyogianya dikelola lebih hemat dan efektif agar benar-benar memberikan kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan. 
Disadari atau tidak, apa yang tertera dalam UUD 1945 tentu menyimpan harapan besar terhadap kemajuan pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, Pasal 31 (2) merupakan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan 10 November 2001 dan Pasal 31 (4) merupakan perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Rumusan UUD 1945 hasil amandemen itu secara implisit mengajak Pemerintah untuk memperhatikan pembangunan sektor pendidikan. Siapa pun tentu sepakat bahwa pembangunan sektor pendidikan tidak bisa diabaikan mengingat salah satu fungsi negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait dengan pembiayaan pendidikan, kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman.[9] Bangsa yang ingin maju tentu saja tidak bisa mengabaikan pendidikan anak bangsanya. 
Biaya pendidikan memang mahal. Tidak ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Negaralah yang semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat mengenyam pendidikan.
Namun, ketika negara sudah dibelenggu oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa ditelikung dan diikat oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan solidaritas di antara rakyat negeri!
Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan lembaga privat swasta. Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini melahirkan kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti demokrasi, dan melukai keadilan.
Sekolah kita mahal, pertama, karena dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Ketika negara abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai macam iuran merupakan satu-satunya cara bertahan hidup lembaga pendidikan swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh negara berlaku sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri.
Kedua, kebijakan di tingkat sekolah yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi karena kebijakan pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru ala Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali dirinya sendiri," setiap kewenangan yang semestinya menjadi sarana pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari proyek anggaran pendidikan.
Ketiga, mental pejabat negara, juga swasta, terutama karena tuntutan persaingan di pasar global. Indikasi Noam Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita. "Jika kita dapat memprivatisasi sistem pendidikan, kita akan menggunungkan uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka
Negara sebenarnya bisa berperan efektif mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan tanpa pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri" masih ada seperti sekarang, sulit bagi kita menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan. Maka yang kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya keadilan sosial.

D. Tantangan Pengelolahan pendidikan
Biaya pendidikan dapat dibagi  ke dalam dua jenis  yaitu: (a)  biaya investasi dan (b) biaya operasi.[10]
  1. Biaya investasi adalah biaya penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya lebih permanen dan dapat dimanfaatkan jangka waktu relatif lama, lebih dari satu tahun. Biaya investasi terdiri dari biaya investasi lahan dan biaya investasi selain lahan. Biaya investasi menghasilkan aset dalam bentuk fisik dan non fisik, berupa kapasitas atau kompetensi sumber daya manusia. Dengan demikian, kegiatan pengembangan profesi guru termasuk ke dalam investasi yang perlu mendapat dukungan  dana yang memadai..
  2. Biaya operasi adalah biaya yang diperlukan sekolah untuk menunjang proses pendidikan. Biaya operasi terdiri dari biaya personalia dan biaya  nonpersonalia. Biaya personalia mencakup: gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan struktural, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan tunjangan-tunjangan lain yang melekat dalam jabatannya. Biaya non personalia, antara lain biaya untuk:  Alat Tulis Sekolah (ATS), Bahan dan Alat Habis Pakai, — yang habis dipakai dalam waktu satu tahun atau kurang, pemeliharaan dan perbaikan ringan, daya dan jasam transportasi/perjalanan dinas, konsumsi, asuransi, pembinaan siswa/ekstra kurikuler.
Manajemen keuangan sekolah tidak luput dari berbagai masalah. Di antara masalah-masalah tersebut adalah, penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa didik, pelaporan keuangan yang penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna, dan lain sebagainya. Dari masalah-masalah yang telah disebutkan akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut[11]:
a.        Penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi)
Korupsi memang sudah menjamur di mana-mana, baik instansi swasta maupun negeri, termasuk juga di sekolah. Korupsi adalah tindakan memperkaya diri dengan berbagai cara yang melanggar aturan hukum.
Korupsi di sekolah sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi yang seringkali terjerat dalam kasus korupsi biasanya adalah kepala sekolah dan bendahara. Kepala sekolah sebagai manajer memiliki keleluasaan dalam mengendalikan uang. Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dalam Rencana Anggaran Belanja Sekolah.  

b.   Membebankan pembiayaan kepada siswa didik
Anggaran dari pemerintah sebesar 20% teranyata masih sangat kurang. Buktinya, hampir semua sekolah mengadakan pungutan kepada siswa. Jumlah pungutannya beragam, ada yang ringan, ada pula yang luar biasa besar.
Pungutan-pungutan tersebut terkadang dibuat oleh pihak sekolah dan pengurus komite. Biasanya, pengurus komita sudah kong kali kong dengan pengurus sekolah, dan kemudian dipasrahi agar bagaimana semua wali siswa menyetujui anggaran yang sudah direncanakan ketika diadakan rapat yang mengundang semua wali siswa. Perlu dicatat, biasanya pengurus komite mendapatkan honor bulanan  dari sekolah, dan anehnya, honor kerap membuat para pengurus komite menjadi kehilangan daya kritisnya.
Semestinya, pengurus komite bisa bersikap kritis, sehingga dana yang dibebankan kepada siswa bisa diperingan dengan cara menghilangkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperlukan, dan memangkas pengeluaran-pengeluaran yang gendut.
  1. Pelaporan keuangan yang penuh manipulasi
Laporan keuangan mestinya dibuat secara tranparan dan akuntabel. Tetapi terkadang laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan yang sadar. Sebagian kalangan beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan adalah baik, alias halal. Maka mereka menganggap sah-sah saja membuat laporan palsu, yang penting uang tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, demi kebaikan bersama, dan untuk dimakan bersama. Jika demikian adanya, maka, apa gunanya peraturan dibuat? Bukankah peraturan dibuat untuk ditaati bukan untuk disiasati.

  1. Pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna
Bukankah sekolah sudah menyurun rencana anggaran belanja setiap tahun? Rencana tersebut bukan sekadar rencana, tetapi untuk diaplikasikan. Kalau toh kemudian muncul anggaran yang tidak terduga, itu wajah, tetapi biasanya yang tidak terduga itu tidak banyak. Oleh karena itu, pengeluaran anggaran belanja semestinya tetap berpegang pada rencana yang telah dibuat.
Dalam rencana anggaran terkadang masih bersifat umum. Misal, anggaran untuk membeli buku. Tidak disebutkan buku apa secara pasti. Tetapi manager sekolah harus arif dalam membelanjakan buku yang memang benar-benar dibutuhkan, bukan kemudian belanja buku apa saja asalkan diskonnya besar dan kemudian diskon tersebut masuk kantong sendiri. Untuk menjawab tanntang pengelolahan pendidikan maka manajemen keuangan pendidikan haruslah menggunakan Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Berikut ini dijelaskan secara singkat keempat prinsip tersebut[12]:.
  1. Transparansi. Transparan berarti adanya keterbukaan sumber dana dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya.. Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah dana yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja dana tersebut.
  2. Akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Penggunaan dana pendidikan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara pendidikan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola pendidikan, (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat
  3. Efektivitas. Efektivitas menekankan pada kualitatif hasil suatu kegiatan. Pengelolaam dana pendidikan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur dana yang tersefia untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
  4. Efisiensi. Efisiensi lebih menekankan pada kuantitas hasil suatu kegiatan. Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
  • Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya, pengelolaan dana pendidikan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
  • Dilihat dari segi hasil, Kegiatan pengelolaan dana pendidikan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.





BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
·         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Keuangan adalah mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan organisasi serta meningkatkan, mengalokasi, dan menggunakan sumber daya moneter sejalan dengan waktu, dan juga menghitung risiko dalam menjalankan suatu proyek. Sumber keuangan sekolah  adalah   sumber daya (dana)  keuangan  yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola  sekolah.
·         Sumber- sumber keuangan sekolah
1.      dari dana masyarakat. Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan sekolah.
2.      Dari asset yang dipunya sekolah.
3.      Dari pemerintah.
·         Terkait dengan pembiayaan pendidikan, kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman.
·         Masalah yang akan menjadi tantangan dalam pembiyayaan pendidikan :
1.      Penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi).
2.      Membebankan pembiayaan kepada siswa didik.
3.      Pelaporan keuangan yang penuh manipulasi
4.      Pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna
·         Untuk mengatasi permasalahan dan tantangan dalam pengelolahan pembiyayaan haruslah memenuhi 4 prinsip yaitu, Transparansi;akuntabilitas;efektif;dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA



[1]
[2]
[3] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosda Karya, 2005), hal.171.
[4]
[5]
[6]
[7]
[8] Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, cet ke-1, 2000, hal.23
[9]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar