BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keuangan dan
pembiayaaan merupakan salah
satu sumber daya yang secara
langsung menunjang efektivitas dan
efisiensi pengelolaan pendidikan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan,
keuangan dan pembiayaan
merupakan potensi yang sangat
menentukan dan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dalam kajian
manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen
produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses
belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain.
Manajemen
keuangan sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan, yang
secara keseluruhan menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan
dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif dan transparan.
Dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah
manajemen keuangan merupakan
potensi yang sangat menetukan dan merupakan bagian yang
tak terpisahkan dalam kajian manajemen
pendidikan. Dengan kata lain setiap kegiatan
yang dilakukan di sekolah memerlukan
biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan
dan pembiayaan ini perlu dikelola
sebaik-baiknya, agar dengan dana
yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk menunjang tercapainya
tujuan pendidikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian manajemen keuangan sekolah?
2.
Darimana sajakah sumber keuangan pendidikan itu?
3.
Apa permasalahan dalam pembiayaan pendidikan?
4.
Apa sajakah tantangan dalam pengelolaan biaya pendidikan?
C.
TUJUAN
1.
pengertian manajemen keuangan sekolah.
2.
Sumber-sumber keuangan
pendidikan itu.
3.
permasalahan dalam pembiayaan pendidikan.
4.
tantangan dalam pengelolaan biaya pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sumber Keuangan Sekolah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Keuangan adalah mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan organisasi serta
meningkatkan, mengalokasi, dan menggunakan sumber daya moneter sejalan dengan
waktu, dan juga menghitung risiko dalam menjalankan suatu proyek.[1]
Sumber keuangan
sekolah adalah sumber daya (dana) keuangan yang
disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola sekolah.
Dalam
penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang
sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian
manajemen pendidikan. Jones
mengemukakan financial
planning is called budgeting merupakan
kegiatan mengkoordinasi semua
sumber daya yang tersedia untuk
mencapai sasaran yang diinginkan
secara sistematis tanpa terjadi
efek samping yang merugikan.[2]Implementation
involves accounting atau
pelaksanaan anggaran ialah kegiatan
berdasarkan rencana yang telah
dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian
bila diperlukan. Evaluasi merupakan
proses penilaian terhadap pencapaian
tujuan.[3]
B.
Sumber Keuangan Pendidikan
Pasal 46 Undang-undang No 20 Tahun 2003 menyatakan pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat. Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari pemerintah,
usaha mandiri sekolah, orang tua siswa, dunia usaha dan industri, sumber lain
seperti hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku, yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, serta
masyarakat luas. Berikut ini disajikan rincian masing-masing sumber pendapatan
sekolah. Sumber keuangan dari pemerintah bisa berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah kabupaten / kota. Sumber keuangan pendidikan yang berasal dari
pemerintah pusat dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), sedangkan yang berasal dari pemerintah kabupaten dan kota dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD). Selanjutnya melalui
kebijakan pemerintah yang ada, di tahun 2007 di dalam pengelolaan keuangan
dikenal sumber anggaran yang disebut Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
DIPA meliputi Administrasi Umum, yaitu alokasi dari Pemerintah yang bersumber
APBN penerimaan dari pajak , dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
bersumber dari dana masyarakat. Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri
sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan sekolah antara lain[4] :
1.
Pengelolaan Kantin Sekolah
Pengelolaan
kantin sekolah memiliki manfaat tersedianya makanan dan minuman yang sehat dan
bergizi, harganya yang terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki nilai
bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Hasil penjualan atau sewa tempat
penjualan dikumpulkan sehingga menjadi sumber pendapatan. Pengelolaan kantin
sekolah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·
Tempat kantin strategis di dalam sekolah, yang memudahkan warga
sekolah untuk mengunjunginya, serta dapat terpantau oleh pengelola sekolah.
·
Bangunan kantin didesain secara baik,indah, bersih, nyaman sehingga
menyenangkan pengunjungnya.
·
Menu makanan dan minuman bervariasi sesuai selera pembeli dan
berkualitas baik, namun harganya diusahakan yang semurah mungkin.
·
Keuangan kantin atau hasil pengelolaan kantin dikelola secara
transparan.
2.
Pengelolaan Koperasi Sekolah
Koperasi sekolah, adanya koperasi sekolah disamping memiliki
manfaat tersedianya kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau oleh warga
sekolah, juga memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Terkait
dengan kebutuhan siswa, usaha koperasi bisa berupa took yang menyediakan
seragam sekolah, buku tulis dan cetak, alat tulis dan kebutuhan belajar
lainnya. Terkait dengan kebutuhan guru, koperasi bisa menyediakan seragam guru,
alat tulis dan kebutuhan rumah tangga misalnya penyediaan sembako dan kebutuhan
lainnya. Selain toko yang menyediakan kebutuhan guru, koperasi bisa mengelola
usaha simpan pinjam dengan suku bunga yang lebih rendah daripada suku bunga di
bank agar guru dan pegawai sekolah tertarik serta merasa diuntungkan oleh
adanya koperasi di sekolah.
3.
Pengelolaan Jasa Antar Jemput Siswa
Pengelolaan jasa antar jemput bagi siswa, barangkali bisa dilakukan
bagi sekolah yang lokasinya jauh dari jalur transportasi umum, meskipun usia
anak SMA/SMK mungkin kurang berminat menggunakannya. Tetapi tidak ada salahnya
kalau pihak sekolah menjaga kemungkinan banyak siswa yang berminat
menggunakannya.
4.
Panen Kebun Sekolah
Sekolah yang masih memiliki lahan luas bisa mengelola lahannya
dengan menanam tumbuhan yang hasilnya bisa dijual dan bisa menjadi pemasukan
pendapatan bagi sekolah. Tentunya sekolah perlu bekerja sama dengan penggarap
tanah di sekitar sekolah, agar semua kegiatan berjalan lancar.
5.
Kegiatan Yang Menarik Sehingga Ada Sponsor Yang Memberi Dana
Sekolah bisa
menyelenggarakan kegiatan yang menarik warga di dalam sekolah dan perusahaan di
sekitar sekolah, sehingga ada sponsor yang memberi dana ke sekolah. Kegiatan
ini bisa berupa gerak jalan sehat, pertandingan sepak bola antar sekolah atau
kegiatan yang sejenis.
Sumber dana yang berasal dari orang tua siswa dapat berupa
sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, iuran BP3, dan
SPP. Selain itu bisa juga sekolah mengembangkan penggalian dana dalam bentuk:
Amal jariyah, Zakat mal Uang tasyakkuran atau Amal Jumat.
Untuk memperoleh dana dari berbagai pihak utamanya dari dana hibah
atau block grant, kepala sekolah perlu menyusun proposal yang menggambarkan
kebutuhan pengembangan program sekolah. Komponen proposal dapat disusun sebagai
berikut: rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah, identifikasi tantangan nyata
yang dihadapi sekolah, sasaran, identifikasi fungsi-fungsi sasaran, analisis
SWOT, alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, rencana dan Program
Peningkatan mutu, anggaran dan rincian penggunaannya. Selain penjelasan di atas
ada pula sumber-sumber pendapatan sekolah seperti[5] :
- Pemerintah APBN
·
APBD Propinsi
·
APBD Kabupaten/Kota
- Orang Tua Siswa/Komite Sekolah
·
Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP)
·
Bantuan Pengembangan Pendidikan (BPP)
·
Biaya Pendaftaran Murid Baru
·
Biaya Ujian Akhir Semester
·
Biaya Ujian Akhir Sekolah
·
Iuran Ekstra Kurikuler
·
Iuran Perpustakaan
·
Bantuan-bantuan lain yang ditentukan sekolah.
- Yayasan Penyelenggara
·
Biaya Operasional Sekolah
·
Biaya Pengembangan Sekolah
- Donatur
·
Bantuan sukarela masyarakat umum incidental
·
Bantuan sukarela masyarakat umum rutin
·
Bantuan alumni
- Hasil Usaha Sekolah
·
Kantin Sekolah
·
Koperasi Sekolah
·
Unit Usaha sekolah
·
Penyewaan gedung dan fasilitas milik sekolah
- Lain-lain
·
Bunga tabungan sekolah
·
Sesuai dengan kebijakan dan ketentuan sekolah masing-masing
C. Permasalahan Pembiayaan Pendidikan
Permasalahan pendidikan nasional tak
pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan,
siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat
ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya.
Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih
belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti.
Fenomena pendidikan yang menyedot biaya
begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat pendaftaran
siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang
mengenai biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus
diakui jika Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang
pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah menggulirkan program bantuan
operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika bicara
dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran berkualitas.
Dengan masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih jika Pemerintah
sekadar membantu dan meringankan beban masyarakat miskin. Jika benar demikian,
maka Pemerintah bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkret adalah angka drop out
anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu. Hasil survei
menyebutkan 185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu jika
program BOS mulai dirintis sejak 2005.[6]
Dalam hal ini, kita perlu memikirkan
bersama persoalan pembiayaan pendidikan. Di lihat dari konstitusi, Pemerintah
bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh
jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai
kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu
melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD
1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa
biaya. Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali
menarik pungutan-pungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal
34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar
Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya.[7]
Ditinjau lebih jauh, Pemerintah tampak
tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja misalnya
ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) terkait uji materi UU No 18/2006 tentang APBN 2007 yang
mengalokasikan anggaran pendidikan 11,8 % bertentangan dengan UUD 1945 malah
ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada 2006 lalu, dimana
Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No 13/2005
tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1 % bertentangan dengan
UUD 1945.[8]
Bagaimana pun, kita tidak bisa menutup
mata terhadap mahalnya biaya menempuh jenjang pendidikan di negeri
ini. Ketika disinggung tentang anggaran pendidikan sebesar 20 % dari
APBN/APBD sebagaimana amanat UUD 1945 dan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas,
pemerintah selalu mengatakan tidak memiliki anggaran yang cukup. Ada sektor
kebutuhan non-pendidikan yang semestinya juga harus diperhatikan disamping
terus mengupayakan secara bertahap anggaran pendidikan menuju 20 %.
Melihat kenyataan pengelolaan
anggaran negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di
samping mentalitas korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang
perlu memikirkan lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran
negara seyogianya dikelola lebih hemat dan efektif agar benar-benar memberikan
kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Disadari atau tidak, apa yang tertera
dalam UUD 1945 tentu menyimpan harapan besar terhadap kemajuan pendidikan
nasional. Sebagaimana diketahui, Pasal 31 (2) merupakan perubahan ketiga UUD
1945 yang disahkan 10 November 2001 dan Pasal 31 (4) merupakan perubahan
keempat UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Rumusan UUD 1945
hasil amandemen itu secara implisit mengajak Pemerintah untuk memperhatikan
pembangunan sektor pendidikan. Siapa pun tentu sepakat bahwa pembangunan sektor
pendidikan tidak bisa diabaikan mengingat salah satu fungsi negara adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait dengan pembiayaan pendidikan,
kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan.
Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara
negara untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan.
Hasil pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para
penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil
dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental
meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan,
individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas
terhadap perkembangan zaman.[9]
Bangsa yang ingin maju tentu saja tidak bisa mengabaikan pendidikan anak
bangsanya.
Biaya pendidikan memang mahal. Tidak
ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan
pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah
yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak.
Negaralah yang semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan
anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat
mengenyam pendidikan.
Namun, ketika negara sudah dibelenggu
oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa ditelikung dan diikat
oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi
kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan
solidaritas di antara rakyat negeri!
Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari
relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan
lembaga privat swasta. Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini
melahirkan kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti
demokrasi, dan melukai keadilan.
Sekolah kita mahal, pertama, karena
dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Ketika negara
abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian
menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan
ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai
macam iuran merupakan satu-satunya cara bertahan hidup lembaga pendidikan
swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh negara berlaku
sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri.
Kedua, kebijakan di tingkat sekolah
yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi karena kebijakan
pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru
ala Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali
dirinya sendiri," setiap kewenangan yang semestinya menjadi sarana
pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan
swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya
dari proyek anggaran pendidikan.
Ketiga, mental pejabat negara, juga
swasta, terutama karena tuntutan persaingan di pasar global. Indikasi Noam
Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai
sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita.
"Jika kita dapat memprivatisasi sistem pendidikan, kita akan menggunungkan
uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka
Negara sebenarnya bisa berperan efektif
mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang
berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan
tanpa pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya,
kecuali diri sendiri" masih ada seperti sekarang, sulit bagi kita
menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan. Maka yang
kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya
keadilan sosial.
D. Tantangan Pengelolahan pendidikan
Biaya pendidikan dapat dibagi ke dalam dua jenis
yaitu: (a) biaya investasi dan (b) biaya operasi.[10]
- Biaya investasi adalah biaya penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya lebih permanen dan dapat dimanfaatkan jangka waktu relatif lama, lebih dari satu tahun. Biaya investasi terdiri dari biaya investasi lahan dan biaya investasi selain lahan. Biaya investasi menghasilkan aset dalam bentuk fisik dan non fisik, berupa kapasitas atau kompetensi sumber daya manusia. Dengan demikian, kegiatan pengembangan profesi guru termasuk ke dalam investasi yang perlu mendapat dukungan dana yang memadai..
- Biaya operasi adalah biaya yang diperlukan sekolah untuk menunjang proses pendidikan. Biaya operasi terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersonalia. Biaya personalia mencakup: gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan struktural, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan tunjangan-tunjangan lain yang melekat dalam jabatannya. Biaya non personalia, antara lain biaya untuk: Alat Tulis Sekolah (ATS), Bahan dan Alat Habis Pakai, — yang habis dipakai dalam waktu satu tahun atau kurang, pemeliharaan dan perbaikan ringan, daya dan jasam transportasi/perjalanan dinas, konsumsi, asuransi, pembinaan siswa/ekstra kurikuler.
Manajemen keuangan sekolah tidak luput dari berbagai
masalah. Di antara masalah-masalah tersebut adalah, penyalahgunaan keuangan
untuk memperkaya diri (korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa didik,
pelaporan keuangan yang penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak
tepat guna, dan lain sebagainya. Dari masalah-masalah yang telah disebutkan
akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut[11]:
a. Penyalahgunaan
keuangan untuk memperkaya diri (korupsi)
Korupsi memang sudah menjamur di mana-mana, baik instansi
swasta maupun negeri, termasuk juga di sekolah. Korupsi adalah tindakan
memperkaya diri dengan berbagai cara yang melanggar aturan hukum.
Korupsi di sekolah sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa
saja, tetapi yang seringkali terjerat dalam kasus korupsi biasanya adalah
kepala sekolah dan bendahara. Kepala sekolah sebagai manajer memiliki
keleluasaan dalam mengendalikan uang. Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan
kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dalam Rencana
Anggaran Belanja Sekolah.
b. Membebankan pembiayaan kepada siswa didik
Anggaran dari pemerintah sebesar 20% teranyata masih sangat
kurang. Buktinya, hampir semua sekolah mengadakan pungutan kepada siswa. Jumlah
pungutannya beragam, ada yang ringan, ada pula yang luar biasa besar.
Pungutan-pungutan tersebut terkadang dibuat oleh pihak
sekolah dan pengurus komite. Biasanya, pengurus komita sudah kong kali kong
dengan pengurus sekolah, dan kemudian dipasrahi agar bagaimana semua wali siswa
menyetujui anggaran yang sudah direncanakan ketika diadakan rapat yang
mengundang semua wali siswa. Perlu dicatat, biasanya pengurus komite
mendapatkan honor bulanan dari sekolah, dan anehnya, honor kerap membuat
para pengurus komite menjadi kehilangan daya kritisnya.
Semestinya, pengurus komite bisa bersikap kritis, sehingga
dana yang dibebankan kepada siswa bisa diperingan dengan cara menghilangkan
pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperlukan, dan memangkas
pengeluaran-pengeluaran yang gendut.
- Pelaporan keuangan yang penuh manipulasi
Laporan keuangan mestinya dibuat secara tranparan dan
akuntabel. Tetapi terkadang laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan
yang sadar. Sebagian kalangan beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan
adalah baik, alias halal. Maka mereka menganggap sah-sah saja membuat laporan
palsu, yang penting uang tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, demi
kebaikan bersama, dan untuk dimakan bersama. Jika demikian adanya, maka, apa
gunanya peraturan dibuat? Bukankah peraturan dibuat untuk ditaati bukan untuk disiasati.
- Pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna
Bukankah sekolah sudah menyurun rencana anggaran belanja
setiap tahun? Rencana tersebut bukan sekadar rencana, tetapi untuk
diaplikasikan. Kalau toh kemudian muncul anggaran yang tidak terduga, itu wajah,
tetapi biasanya yang tidak terduga itu tidak banyak. Oleh karena itu,
pengeluaran anggaran belanja semestinya tetap berpegang pada rencana yang telah
dibuat.
Dalam rencana anggaran terkadang masih bersifat umum. Misal,
anggaran untuk membeli buku. Tidak disebutkan buku apa secara pasti. Tetapi
manager sekolah harus arif dalam membelanjakan buku yang memang benar-benar
dibutuhkan, bukan kemudian belanja buku apa saja asalkan diskonnya besar dan
kemudian diskon tersebut masuk kantong sendiri. Untuk menjawab tanntang
pengelolahan pendidikan maka manajemen keuangan pendidikan haruslah menggunakan
Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas publik. Berikut ini dijelaskan secara singkat keempat prinsip
tersebut[12]:.
- Transparansi. Transparan berarti adanya keterbukaan sumber dana dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya.. Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah dana yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja dana tersebut.
- Akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Penggunaan dana pendidikan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara pendidikan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola pendidikan, (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat
- Efektivitas. Efektivitas menekankan pada kualitatif hasil suatu kegiatan. Pengelolaam dana pendidikan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur dana yang tersefia untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
- Efisiensi. Efisiensi lebih menekankan pada kuantitas hasil suatu kegiatan. Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
- Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya, pengelolaan dana pendidikan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
- Dilihat dari segi hasil, Kegiatan pengelolaan dana pendidikan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
·
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Keuangan adalah
mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan organisasi serta meningkatkan,
mengalokasi, dan menggunakan sumber daya moneter sejalan dengan waktu, dan juga
menghitung risiko dalam menjalankan suatu proyek. Sumber keuangan
sekolah adalah sumber daya (dana) keuangan yang
disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola sekolah.
·
Sumber- sumber keuangan sekolah
1.
dari dana masyarakat. Beberapa kegiatan yang merupakan usaha
mandiri sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan sekolah.
2.
Dari asset yang dipunya sekolah.
3.
Dari pemerintah.
·
Terkait dengan pembiayaan pendidikan,
kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan. Kesadaran
terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara untuk
lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil
pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para
penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil
dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental
meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan,
individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas
terhadap perkembangan zaman.
·
Masalah yang akan menjadi tantangan
dalam pembiyayaan pendidikan :
1. Penyalahgunaan
keuangan untuk memperkaya diri (korupsi).
2. Membebankan
pembiayaan kepada siswa didik.
3. Pelaporan
keuangan yang penuh manipulasi
4. Pembelanjaan
keuangan yang tidak tepat guna
·
Untuk mengatasi permasalahan dan
tantangan dalam pengelolahan pembiyayaan haruslah memenuhi 4 prinsip yaitu,
Transparansi;akuntabilitas;efektif;dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar