Jumat, 28 November 2014

PARADIGMA MAKRO DALAM PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan dan keberhasilan dalam pembangunan di segala bidang. Pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan suatu bangsa untuk dapat meraih cita-cita dan tujuan nasional. Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan negara ini. Paradigma pendidikan di Indonesia senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan paradigma pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan suatu paradigma baru dalam pendidikan yang mampu menjawab kebutuhan dan tuntutan jaman.
Kualitas komponen-komponen pendidikan sebagai pembentuk suatu paradigma pendidikan yang mampu menjawab permasalahan-permasalahan bangsa, menjadi penentu bentuk paradigma pendidikan yang mutakhir. Salah satunya dimulai dari bangku pendidikan formal. Pendidikan formal atau persekolahan selama ini bekerja secara mekanis seperti halnya sebuah pabrik. Dikatakan demikian karena persekolahan hanya menekankan pada alur input – proses – output saja. Sekolah memposisikan siswa sabagai raw input, kemudian dididik di sekolah hingga lulus. Sering kali kualitas lulusan siswa (yang merupakan output pendidikan), kurang menjadi fokus utama.  Sekolah yang seharusnya mampu memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang cakap dan kompeten, seringkali mengabaikan aspek-aspek penting bahwa kelak siswa harus terjun di dunia kerja dan terjun di tengah-tengah masyarakat.




B.    Rumusan Masalah
1.    Menjelaskan ragam paradigma/ideologi:
a.    Konservatif (perspektif fungsional)
b.    Paradigma kapitalis
c.    Paradigma liberal (perspektif liberal)
2.    Menganalisis paradigma perspektif konflik sebagai cikal bakal paradigma kritis.
3.    Menganalisis substansi paradigma kritis.

C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui dan memahami ragam paradigma/ideologi.
2.    Untuk memahami paradigma perspektif konflik sebagai cikal bakal paradigma kritis.
3.    Untuk memahami substansi paradigma kritis.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ragam Paradigma
Paradigma ialah suatu  cara pandang, pola pikir, cara berpikir. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Paradigma diartikan sebagai kerangka berpikir. Seperti contoh ketika anda memakai kacamata hitam maka semua objek yang anda lihat akan berwarna hitam.  Paradigma akan mempengaruhi cara pandang  dalam melihat realitas dan bagaimana cara menyikapinya. Ilmuwan sosial Thomas S Kuhn, orang yang pertama kali menggunakan konsep paradigma, melalui buku Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda mengungkapkan paradigma bukan saja bersifat kognitif tapi juga normatif. Paradigma bukan saja mempengaruhi cara berpikir kita tentang realitas, tetapi juga mengatur cara mendekati dan bertindak atas realitas.
Ragam pardigma yaitu konservatif (berspektif fungsional), paradigma kapitalis dan paradigma liberal (berspekstif liberal).
1.    Konservatif (berspektif fungsional)
Kecenderungan politik bergantung pada sejarah dan perkembangan budaya. Misalnya, konservatisme sosial mempertahankan lembaga dan proses-proses sosial yang sudah ada. Perubahan boleh tetapi harus mentaati tatanan yang sudah berlaku. Mereka tidak menolak nalar tetapi juga menerima nalar secara total. Sedangkan konservatisme reaksionisme menolak nalar dan konservatif filosofis menempatkan nalar di atas segala-galanya. Bagi kaum konservatif, ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir Tuhan.
Perubahan sosial bagi mereka bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. Dalam bentuknya yang kalsik atau awal paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial, hanya Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya dia yang tahu makna di balik itu semua. Dengan pandangan seperti itu, kaum konservatif lama tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.
Namun dalam perjalanan selanjutnya, paradigma koservatif cenderung lebih menyalahkan subjeknya. Bagi kaum konservatif, mereka yang menderita, yakni orang - orang miskin, buta huruf, kaum tertindas dan mereka yang dipenjara, menjadi demikian karena salah mereka sendiri. Karena kan banyak orang lain yang ternyata bisa bekerja keras dan berhasil meraih sesuatu. Banyak orang ke sekolah dan belajar untuk berperilaku baik dan oleh karenanya tidak dipenjara. Kaum miskin haruslah sabar dan belajar untuk menunggu sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya kelak semua orang akan mencapai kebebasan dan kebahagiaan. Kaum konservatif sangat melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dalam mencairkan konflik dan kontradiksi.
2.    Paradigma Kapitalis
Kapitalismesecaraetimologi berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) yang mempunyaiarti“kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang berarti pendapatan per kepala.
Secara terminologi, Kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sementara itu pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama,
Kapitalisme pendidikan  terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan. Dalam sistem kapitalis ini negara tidak membatasi kepemilikan perorangan dalam sektor pendidikan.  yang artinya bahwa satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut dan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator tanpa ada ikut campur dalam pengelolaan pendidikan.
Kapitalisme dalam pendidikan ini berarti bahwa setiap orang atau pemilik berhak menyelenggarakan pendidikan. Dimana segala kebijakan diatur oleh perorangan. Dan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator tanpa adanya ikut campur dalam pengelolahan pendidikan. Ketika pemilik modal telah sukses dalam menyelenggarakan pendidikan, maka pemilik modal akan menaruh tarif tersendiri kepada para pengguna jasa tanpa memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar harga untukbiaya pendidikan. Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan.
3.    Paradigma Liberal
Kata liberal secara harfiah artinya "bebas" (free), artinya "bebas dari berbagai batasan" (free from restraint). Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, digambarkan dengan kebebasan berpikir bagi para individu.
Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya pertukaran gagasan yang bebas, begitu juga dengan ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu system pemerintahan yang transparan, menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam system demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
Paradigma pendidikan liberal bermuara pada  konsep modernisasi di Barat. Salah satu faktor modernitas adalah pengakuan sepenuhnya terhadap kebebasan individu. Di samping kebebasan individu, modernisasi juga mengedepankan kebebasan kuasa akal manusia (rasionalis). Paradigma pendidikan liberal berkiblat pada aliran filsafat eksistensialis dan progresifisme. Namun, sekali lagi paradigma penidikan  liberal itu tetap berorientasi  untuk melanggengkan norma-norma yang telah mapan, akibatnya pendidikan liberal tidak konstruktif atau dinamis.
Paradigma pendidikan liberal tidak bisa lepas dari dasar filosofnya , yakni disebut aliran filsafat positivisme, sementara positivisme itu sendiri merupakan paradigma keilmuan yang berakar dari filsafat rasionalisme.
Akar dari pendidikan  Liberalisme yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan (aspek potensi), melindungi hak-hak, dan kebebasan manusia (freedom, hurriyyah), serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Paham individualistik sangat kuat mempengaruhi paradigma pendidikan liberal. Sehingga konsep pendidikan dalam tradisi liberal juga berakar pada cita-cita Barat tentang individualisme.
Ide politik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan oleh kapitalisme. Pengaruh liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen-komponennya. Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat Barat tentang model manusia universal yakni model manusia Amerika dan Eropa.
Model tipe ideal mereka adalah manusia "rationalis liberal", seperti:pertama, bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual.kedua, baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal. ketiga, adalah "individualis" yakni adanya angapan bahwa manusia adalah atomistik dan otonom (Bay,1988). Menempatkan individu secara atomistic, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.
Dalam konteks potensi, akal manusialah yang di pandang paling urgen dalam paradigma pendidikan liberal. Manusia dipandang sebagai binatang yang rasional (animal rasional) merupakan kelainan tersendiri bagi ragam eksistensi yang ada. Manusia tidak bisa disamakan dengan eksistensi lainnya yang tidak berakal.
Disamping pendewasan akal manusia, paradigma pendidikan liberal juga mengakui atas hak-hak individu manusia.  Maksudnya setiap manusia memiliki kebebasan memilih  dan bertindak sesuai dengan hatinya, orang lain tidak punya hak atas tindakan dan pilihannya. Oleh karena itu paradigma pendidikan liberal  bernuansa kebebasan manusia secara individual.
Paradigma pendidikan liberal juga mengalami beberapa anomali yang memerlukan penambahan-penambahan. Kebebasan manusia menurut paradigma ini bermuara pada prinsip Individualisme sebagai konsekwensi  dari arus modernisasi barat yang cenderung kering dari kehidupan religiusitas (Muarif,  2005 :46). Dalam paradigma ini cenderung terjadi pendikotomian antara pendidikan Islam dan pendidikan umum, di karenakan agama tidak dijadikan suatu bagian dari ilmu pengetahuan.

B.    Paradigma  Perspektif Konflik sebagai cikal bakal paradigma kritis
Berdasar pandangan Hegel, manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional, kooperatif, dan juga sempurna. Integrasi sosial terjadi karena adanya dominasi, konflik menjadi instrument perubahan, utopia. Marx merupakan tokoh sosiologi utama dalam paradigma ini. Metodologi ilmu pengetahuan dalam paradigma ini adalah filsafat materialisme, histories, holistic, dan terapan. Paradigma konflik ini memandang manusia sebagai mahluk yang obyektif yang hidup dalam realitas social,  Realitas yang kontradiksi dan fenomena fakta sosial yang sering muncul dalam sebab akibat akan direfleksikan oleh teori konflik melalui logika dialektik dan pada akhirnya akan tercipta dunia yang lebih baik.
Asumsinya adalah: pertama, gambaran tentang sifat dasar manusia yaitu pencipta, cooperativ, rasional dan sempurna yang kedua , gambaran tentang masyarakat yang berarti tentang masyarakat yaitu interdependent, struktural, menyeluruh, dan dinamis. Ketiga, tentang masa lalu dan masa kini yaitu timpang penuh tekanan dan pertarungan . keempat pandangan tentang masa depan yaitu utopia dan egaliter.kelima image tentang ilmu pengetahuan yaitu filsafat materialisme, historis, holistik (menyeluruh), dialektikdan terapan.
Menurut paradigma konflik manusia pada dasarnya memiliki sifat gotongroyong atau kerjasama karena manusia tercipta sebagai mahluk sosial, dimana perilakunya diasumsikan rasional. Dalam ciri demikian, manusia diyakini memiliki potensi untuk mengungkapkan pemikiran-pemikirannya melalui berbagai.cara.yaitu.pengalaman,.pemikiran.dan.pendidikan..Selanjutnya,.masyara-kat dipandang sebagai realitas yang struktural. Struktur ini merupakan suatu kondisi yang muncul dalam perjalanan sejarahnya. Setiap kelompok masyarakat cenderung memunculkan sifat-sifat manusiawinya jika struktur sosialnya mendukung untuk menuju arah tersebut. Masyarakat akan terjaditimpang jikaterdapat eksis perbedaandalamhal yang mencolok antar warga dalam hal materi, power dan status. Untuk dapat memahami manusia,
 Paradigma konflik mendekatinya dengan menerapkan filsafat materialisme. Inilah yang menurut mereka harus didasari pengembangan ilmu tentang manusia dan masyarakat. Karena terkait dengan struktur, berbagai komponen dalam masyarakat (manusia, lembaga, organisasi, dan kelas) tidak dapat dipelajari terpisah secara sendiri-sendiri, namun mesti secara holistik. Holistik dan historis merupakan dua kata kunci pokok dalam pengembangan ilmu-ilmu sosiologi di bawah.paradigma.konflik. Konsep materialisme ini mendapat respon dari beberapa sosiolog, dan mengusulkan fakta bahwa realitas pada hakekatnya juga bersifat plural dan multidimensi.
Bertolak.dari.material.sebagai.pokok.strukur,.paradigma.konflik.memperha-tikan secara kuat determinisme ekonomi. Basis struktur ekonomi lah penentu suprastruktur di atasnya baik berupa politik, sosial, dan budaya.
Madzhab Frankfrut mengkarakterisasikan berpikir kritis dengan empat hal yakni.berpikir.secara.dalam.totalitas.atau.sepenuhnya.dan.dialektis.bercakap dengan baik, serta empiris-historis, dalam kesatuan teori dan praksis, serta dalam realitas.yang.tengah.terjadi.dan.terus.bekerja.(working.reality).
Teori.Kritis.berangkat.dari.4 sumber kritik yang.dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud. Hegel merupakan peletak dasar metode berpikir dialektis. Kritis didefinisikan sebagaisebuah refleksi diri atas.tekanan.dan.kontradiksi.yang.menghambat.suatu.proses.yang.akan.membentukan.diri-rasio.dalam.sejarah.manusia.tersebut. Menurut Marx, yang berdialektika bukan fikiran, tapi kekuatan-kekuatan material dalam masyarakat. Pikiran hanya refleksi dari kekuatan material (modal produksi masyarakat). Sehingga teori kritis bagi Marx sebagai usaha mengemansipasi diri darisebuah penindasan dan elienasi yang dihasilkan oleh penguasa di dalam masyarakat. Kritis dalam pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yang.dihasilkan.olehsebuah.hubungan.kekuasaan.dalam.masyarakat.
Secara konseptual paradigma konflik mengkritisi paradigma keteraturan yang mengabaikan kenyataan bahwa setiap unsur-unsur sosial dalam dirinya mengandung kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip penggerak perubahan. Perubahan juga tidak selalu gradual, namun dapat terjadi secara revolusioner .
Konflik adalah sesuatu yang melekat dalam setiap komunitas. Konflik tidak melulu dimaknai negatif, karena konflik menjadi instrument perubahan. Paradigma pluralis memberikan dasar pada paradigma kritis terkait dengan asumsinya bahwa manusia merupakan sosok yang independent, bebas dan memiliki otoritas untuk menafsirkansebuah realitas yang ada. Sedangkan paradigma konflik mempertajam paradigma kritis dengan asumsinya tentang adanya sebuahpembongkaran atas dominasi satu kelompokataugolongan pada kelompok.atau.golongan.yang.lain.
Paradigma kritis ialahsuatu paradigma yang bertumpu padasebuah analisis struktural dan membongkar ideologi yang dominan. Analisis kesejarahan yang menelusuri dialektika antar tesis-tesis sejarah, ideologi, filsafat, aktor-aktor sejarah baik dalam level individual maupun sosial, kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat.
C.    Substansi.Paradigma.Kritis
Teori kritis dikembangkan oleh Thomas S. Popkewitz.  Yakni tentang berbagai pemikiran dan pandangan yang terdapat dalam pemikiran seseorang. Dalam teori kritis terdapat dua kategori yakni yang pertama” kritis internal” yang dimaksud daklam kritis internal yaitu kritis terhadap analisis argument dan metode yang digunakan dalam berbagai penelitian. Kritik yang difokuskan pada alasan teorirtis dan procedur dalam memilih, mengumpulkan, dan menilai data empiris. Kritik ini memepntingkan ada alasan , prosedur dan bahasa dalam mengungkap kebenaran.
Yang kedua, makna “kritis” dalam reformulasi masalah logika. Logika bukan semata-mata pengetahuan formal dan kriteria internal dalam pengamatan. Tetapi juga melibatkan berbagai bentuk khusus pemikiran ynnag di fokuskan pada rasa ingin tahu terhadap institusi social dan konsepsi tentang realitas yang berkaitan dengan ide, pemikiran, dan bahasa melalui kondisi social historis .

D.    Paradigma Makro dilihat dari Pendidikan Islam
Paradigma makro pendidikan jika dilihat dari pendidikan Islam, paradigma yang lebih  berorientasi pada:  disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up,  orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren,  dunia usaha-usaha, lemabag-lembaga kerja, dan pelatihan,  dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat madani Indonesia.
Pendidikan Islam sudah harus diupayakan untuk merintis kemajuan, berjiwa demokratis, dan desentralisasi.  sehingga menjadi pendidikan Islam yang kaya dalam keberagaman, dengan titik berat pada peran masyarakat dan peserta didik. 
Dalam proses pendidikan, perlu dilakukan  “kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan sektor lain, pendidikan berorientasi rekonstruksi sosial,  pendidikan dalam rangka pemberdayaan umat dan bangsa, pemberdayaan infrastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan Islam.  Pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk mencapai keunggulan,  penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dan konsensus dalam kemajemukan.  Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal (antarsektor) dan vertical (antar jenjang – bottom-up dan top- down planning), pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif global”.
Rumusan paradigma pendidikan tersebut,  paling tidak memberikan arah sesuai dengan arah pendidikan, yang secara makro dituntut menghantarkan masyarakat  menuju masyarakat madani Indonesia yang demokratis, relegius,  dan tangguh menghadapi lingkungan global.  
Maka bila ditinjau  dalam upaya pembaruan pendidikan Islam, perlu ada ikhtiar, yaitu strategi kebijakan perubahan diletakan untuk menangkap kesempatan perubahan tersebut. Dan har berorientasi pada masa depan, merintis kemajuan, berjiwa demokratis, bersifat desentralistik,  berorientasi pada peserta didik,  bersifat multikultural dan   berorientasi pada perspektif global, sehingga terbentuk pendidikan yang berkualitas dalam menghadapi tantangan prubahan global menuju terbentuknya masyarakat madani Indonesia.  Sebab pada dataran konsep, pendidikan baik formal maupun non formal “pada dasarnya memiliki peran penting melegitimasi bahkan melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada dan  sebaliknya pendidikan merupakan proses perubahn sosial.  Tetapi, peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial tersebut, sangat bergantung pada paradigma pendidikan yang mendasarinya”.
Berdasarkan pandangan di atas, maka peran pendidikan Islam  konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat yang dalam hal ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan bahkan juga kemanusiaan pada umumnya”. Sehingga pendidikan Islam integratif antara proses belajar di sekolah dengan belajar di masyarakat (learning society).  Brubacher dalam bukunya, Modern Philosophies of Education (1978), menyatakan hubungan pendidikan dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara,  karena pendidikan itu  terjadi di masyarakat, dengan sumber daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan secara simultan. Dengan demikian, kerangka acuan pemikiran dalam penataan dan pengembangan sistem pendidikan Islam menuju masyarakat madani Indonesia, harus mampu mengakomodasikan berbagai pandangan secara selektif sehingga terdapat keterpaduan dalam konsep, yaitu :
Pertama, pendidikan harus membangun prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain. Sistem pendidikan harus senantiasa bersama-sama dengan sistem lain untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Menjadikan  pendidikan sebagai suatu sistem terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya.
Kedua, pendidikan merupakan wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber yang berpengaruh, seperti keluarga, sekolah, media massa, dan dunia usaha.
Ketiga, prinsip pemberdayaan masyarakat dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Seperti pesantren, keluarga, dan berbagai wadah organisasi pemuda, diberdayakan untuk dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan baik serta menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan.
 Keempat, prinsip kemandirian dalam pendidikan dan prinsip pemerataan menurut warga negara secara individual maupun kolektif untuk memiliki kemampuan bersaing dan sekaligus kemampuan bekerja sama.

E. Konsekuensi pada Pendidikan
Adanya konsekuensi pada pendidikan akan menghambat proses pendidikan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada konsekuensi pendidikan yakni.
(a) Konsep dan praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu menekankan pada kepentingan akhirat. Sedangkan ajaran Islam menekankan pada keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Maka perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani.
(b) Lembaga- lembaga pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat dan bangsa Indonesia disegala bidang.
Maka tantangan utama yang dihadapi umat Islam sekarang adalah peningkatan mutu sumber insaninya dalam menempatkan diri dan memainkan perannya dalam komunitas masyarakat madani dengan menguasai ilmu dan teknologi yang berkembang semakin pesat. Karena, hanya mereka yang menguasai ilmu dan teknologi modern dapat mengolah kekayaan alam yang telah diciptakan Allah untuk manusia dan diamanatkan-Nya kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk diolah bagi kesejahteraan umat manusia. Masyarakat madani yang diprediski memiliki ciri ; Universalitas, Supermasi, Keabadian, Pemerataan kekuatan, Kebaikan dari dan untuk bersama, Meraih kebajikan umum, Perimbangan kebijakan umum, Piranti eksternal, Bukan berinteraksi pada keuntungan, dan Kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. Atas dasar konsep  ini, maka konsep filsafat dan teoritis pendidikan Islam dikembangkan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam kontek lingkungan masyarakat madani tersebut, sehingga pendidikan relevan dengan kondisi dan ciri sosial kultural masyarakat tersebut.
Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya mulai memikirkan kembali  program pendidikan untuk menuju masyarakat yang siap akan perubahan globalisasi, dengan memperhatikan relevansinya dengan bentuk atau kondisi serta citi-siri umum yang terdapat dalam masyarakan . Maka untuk menuju masyarakan yang mampu dan siap dalam kehidupan ini lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi yaitu apakah mampu mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan apakah mampu bersaing secara kompotetif dengan lembaga pendidikan umum atau mengkhususkan pada desain pendidikan keagamaan yang handal dan mampu bersaing secara kompotetif, misalnya mempersiapkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid yang berkaliber nasional dan dunia.   

















   




BAB III
KESIMPULAN

Ragam pardigma yaitu konservatif (berspektif fungsional), paradigma kapitalis dan paradigma liberal (berspekstif liberal).Konflik adalah sesuatu yang melekat dalam setiap komunitas. Konflik tidak melulu dimaknai negatif, karena konflik menjadi instrument perubahan. Paradigma pluralis memberikan dasar pada paradigma kritis terkait dengan asumsinya bahwa manusia merupakan sosok yang independent, bebas dan memiliki otoritas untuk menafsirkansebuah realitas yang ada. Sedangkan paradigma konflik mempertajam paradigma kritis dengan asumsinya tentang adanya sebuahpembongkaran atas dominasi satu kelompokatau.golongan.pada.kelompok.atau.golongan.yang.lain. Paradigma kritis ialahsuatu paradigma yang bertumpu padasebuah analisis struktural dan membongkar ideologi yang dominan. Analisis kesejarahan yang menelusuri dialektika antar tesis-tesis sejarah, ideologi, filsafat, aktor-aktor sejarah baik dalam level individual maupun sosial, kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat.












DAFTAR PUSTAKA

-    Freire Paulo, Dkk., Menggugat Pendidikan Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 219.
-    Illich, Ivan, Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah, penerjemah: A. Sonny Keraf, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 2000.
-    http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=790&Itemid=10diaksespada 29 April 2013 pukul 19.00 WIB
-    Burrell, G. & G. Morgan, Sociological paradigms and organizational analysis, Arena, 1994.
-    Ritzer, G., Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadgima Ganda (edisi kelima), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar